Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Wira Kusumah

Covid Bukan Penghalang Bagi Kaum Intektual

Lomba | Wednesday, 16 Feb 2022, 16:25 WIB
Sekolah tatap muka, (ilustrasi). Republika. Foto: Antara/Adiwinata Solihin.

Covid memiliki varian baru bernama Omnicron dan lonjakan kasus Covid di Indonesia kembali mengalami kenaikan sesuai dengan data update 7 Februari 2022 pukul 12.00 WIB dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahwa tercatat sebanyak 4.542.601 telah terkonfirmasi covid dan mengalami peningkatan sebanyak 26.121 kasus yang tersebar di 34 Provinsi, 510 Kabupaten/ Kota di Indonesia. Tercatat pula jumlah kasus yang sembuh sebanyak 4.191.604 jiwa dan mengalami peningkatan sebanyak 8.577 yang sembuh dan meninggal dunia sebanyak 144.636 jiwa dan meningkat sebanyak 82 jiwa pada saat itu. Tercatat pula bahwa Indonesia menempati urutan ke-17 untuk jumlah kasus Covid-19 yang tercatat di seluruh dunia, dimana Amerika Serikat, India dan Brazil berada di urutan tiga teratas dengan masing-masing total jumlah kasus sebanyak 75.087.972, 41.952.712 dan 25.793.112 jiwa.

Lonjakan kenaikan kasus Covid-19 pada awal bulan Februari ini mengakibatkan sejumlah kegiatan masyarakat, perkantoran, perdagangan dan aktifitas pembelajaran pun bakalan terkena imbasnya, apabila dilakukan pengetatan pada kegiatan tersebut. Untuk daerah tertentu yang menerapkan level PPKM 1, 2 dan 3 pastinya akan mengatur sedemikian rupa dan membatasi kegiatan tersebut di masing-masing daerah.

Lalu, bagaimana nasib anak-anak, generasi muda bangsa ini yang harus belajar di Sekolah dan di bangku Perkuliahan ? apakah harus di hentikan terlebih dahulu untuk pembelajaran tatap muka dan melanjutkan pembelajaran jarak jauh ?

Sudah seharusnya pembejaran tatap muka ini, tetap harus berlanjut namun para pelajar tentunya tetap wajib disiplin melaksanakan protokol kesehatan yang ketat selama berada di wilayah Sekolah dan Kampus. Untuk yang dalam kondisi sakit, demam flu dan sebagainya, agar diistrahatkan terlebih dahulu di rumahnya namun tetap pihak Guru dan Dosen harus memberikannya tugas atau pekerjaan rumah selama di rumah.

Sekolah tatap muka, (ilustrasi). Republika. Foto: Antara/Muhammad Adimaja.

Tingkat pemahaman anak-anak sekolah berbeda, apalagi ketika harus pembelajaran jarak jauh lagi. Sehingga ketika harus melakukan pembelajaran jarak jauh maka materi yang di sampaikan oleh Guru pun bisa-bisa tidak efektif diserap dengan baik oleh anak-anak. Hal ini dikarenakan Guru susah untuk memonitoring aktifitas murdinya selama belajar Daring dan susah untuk mengajak komunikasi secara langsung kepada anak-anak muridnya dan mengajaknya untuk diskusi kelompok. Aktifitas belajar jadi terbatas dan bisa-bisa hanya 20-30% murid yang bisa menyerapnya melalui pembelajaran jarak jauh.

Kondisi financial orang tua murid dan mahasiswa pun berbeda apabila pembelajaran jarak jauh kembali terjadi. Hal ini disebabkan adanya penambahan biaya pembelian kuota data untuk masuk ke dalam jaringan dan juga fasilitas gadget Handphone dan Notebook/ Laptop untuk belajar secara Daring. Bahkan beberapa murid dan mahasiswa pun untuk wilayah tempat tinggalnya, masih terbatas untuk akses jaringan dan wifi sehingga tidak memungkinkan akan berhasil dan efektif untuk pembelajaran jarak jauh. Kecuali dalam hal ini, Sekolah tersebut memang berada di wilayah perkotaan dan murid-muridnya berada di lingkungan perkotaan dan di wilayah tersebut untuk jaringan dan wifi tersedia, maka boleh saja untuk dilanjutkan ke pembelajaran jarak jauh.

Apabila hendak dilakukan pembatasan kegiatan, agar sebaiknya Pemerintah Daerah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berdasarkan jumlah kasus Covid-19 yang terjadi di wilayahnya, apakah dengan menerapkan PPKM Level 1, 2, 3 dan 4 dengan membagi per Kecamatan hingga tingkat Kabupaten dan Kotanya, namun tidak menyamaratakan aturannya dalam satu Provinsi. Agar aktifitas pembelajaran pada satu Kecamatan, itu tetap berjalan dan namun di tempat lain mungkin dengan menerapkan 50% kehadiran muridnya sehingga selang-seling dalam satu pekannya untuk kehadiran siswanya.

Terdapatnya varian baru Omnicron ini sebaiknya bukan menjadi ancaman terhadap aktifitas pembelajaran tatap muka di sekolah dan kampus. Karena vaksinasi pun sudah berjalan hingga saat ini dan kita sudah hidup selama 2 tahun bersama dengan Covid. Bukankah hal ini akan menjadikan kedepannya Covid -19 ini hanyalah merupakan flu biasa pada akhirnya ? dan jangan menjadikan imun kita takut terhadap Covid-19, agar sistem kekebalan imun kita tidak menurun. Jadi sudah sepantasnya pembelajaran tatap muka ini harus tetap berlangsung, karena Covid bukanlah suatu penghalang, hanya saja tetap seluruh siswa, guru, mahasiswa, dosen dan aktifitas sekolah dan perkuliahan itu harus senantiasa menjaga protokol kesehatan yang ketat dan membatasi aktifitas diluar dari waktu belajar, dalam hal ini membatasi aktifitas selain dari aktifitas belajar mengajar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image