Kamis 17 Feb 2022 22:11 WIB

6.000 Hektare Lahan Pertanian Sigi Alami Kekeringan

Lahan pertanian di Sigi, Sulawesi Tengah, kekeringan akibat sulitnya irigasi.

Red: Nora Azizah
Lahan pertanian di Sigi, Sulawesi Tengah, kekeringan akibat sulitnya irigasi.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Lahan pertanian di Sigi, Sulawesi Tengah, kekeringan akibat sulitnya irigasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SIGI -- Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, menyatakan, terdapat kurang lebih 6.000 hektare lahan potensial pertanian yang saat ini kering karena kesulitan air akibat kerusakan irigasi sebagai sumber utama pemasok air pertanian. "Area pelayanan irigasi Gumbasa untuk wilayah Kabupaten Sigi kurang lebih 8.000 hektare lahan pertanian, saat ini sehubungan dengan perbaikan irigasi yang dilakukan oleh pemerintah maka kurang lebih 1.200 hektare lahan pertanian sudah diairi air dari irigasi," kata Kepala Dinas Pertanian, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Sigi Rahmat Iqbal, dalam dialog bertajuk bincang asyik (bisik), di Sigi, Kamis (17/2/2022).

Daerah Irigasi Gumbasa terletak di area lembah Palu yang memanjang dari kaki hulu Sungai Gumbasa di Kabupaten Sigi, mengalir hingga Sungai Kawatuna di Kota Palu. Irigasi ini rusak total karena terdampak gempa dan likuefaksi pada 28 September 2018, yang membuat masyarakat petani kehilangan sumber utama penyuplai air ke lahan-lahan pertanian.

Baca Juga

Rahmat mengatakan, irigasi tersebut, untuk pelayanan khusus di Kabupaten Sigi mencakup 8.000 hektare lahan pertanian. Dari total area pelayanan itu, saat ini 1.200 lahan pertanian telah diari oleh air irigasi, masih terdapat kurang lebih 6.000 hektare lebih yang belum terairi.

Pemerintah lewat Kementerian PUPR mulai melakukan pembangunan kembali irigasi sejak tahun 2019 dimulai dari Desa Pandere Kecamatan Gumbasa. Saat ini, irigasi itu telah mengairi air hingga di Desa Kalawara Kecamatan Gumbasa dan beberapa desa di Kecamatan Tanambulava.

Sebagian wilayah yang belum terairi air irigasi, petani di wilayah itu menggunakan sumur dalam dan sumur dangkal, yang dibantu dengan sarana alkon, demi mendapatkan air pertanian. Namun, petani harus beralih dari menanam padi, ke tanaman hortikultura.

"Pascabencana 28 September 2018, petani menggunakan air dari sumur dalam dan sumur dangkal, yang merupakan bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, NGO dan relawan," katanya.

"Sehingga lahan pertanian yang belum terairi air dari irigasi, dapat kembali difungsikan dengan mengandalkan air sumur dangkal dan air sumur dalam," ujarnya.

Pemkab Sigi melalui Dinas Pertanian, kata Rahmat telah mengajukan usulan ke pemerintah pusat terkait dengan rehabilitasi lahan pertanian, dan pembangunan sumur-sumur pertanian, dengan harapan nantinya dapat diberikan untuk dimanfaatkan oleh petani di Sigi. Kesulitan itu untuk menghidupkan kembali lahan pertanian, membuat petani di wilayah itu harus beralih profesi dari petani ke buruh kasar.

"Untuk petani yang beralih profesi kami tidak memiliki data yang pasti, namun untuk Kabupaten Sigi 80 persen masyarakatnya bergantung dari sektor pertanian. Tentu, di beberapa titik wilayah yang belum terairi air irigasi, maka mereka pasti belum mampu untuk melakukan kegiatan bercocok tanam, maka ada intervensi dari pemerintah pusat dan daerah, dibantu oleh NGO dan relawan, agar petani dapat kembali mengolah lahan pertanian," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement