Sabtu 19 Feb 2022 07:31 WIB

Sejarah Hari Ini: Deng Xiaoping Tutup Usia

Pada 19 Februari 1997, pemimpin tertinggi China Deng Xiaoping meninggal

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Bendera nasional China
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Bendera nasional China

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - Pada 19 Februari 1997, pemimpin tertinggi China Deng Xiaoping meninggal dunia pada usia 92 tahun. Reformis China itu mengalami sakit selama beberapa tahun dan terakhir terlihat di depan umum tiga tahun lalu.

Kantor berita resmi China saat itu mengatakan kematiannya disebabkan dari penyakit Parkinson stadium lanjut yang diperparah oleh infeksi paru-paru. Ia gagal menanggapi perawatan darurat saat kematiannya.

Meskipun secara resmi pensiun, tidak ada keputusan penting yang mempengaruhi China yang dibuat tanpa persetujuan Deng Xiaoping. Dia dikenal dunia sebagai pemimpin yang menghancurkan protes Lapangan Tiananmen pada 1989, tetapi juga sebagai orang yang dikreditkan dengan membuka China untuk reformasi ekonomi.

Radio gelombang pendek China memuji kepemimpinannya yang luar biasa. Dia juga disebut sebagai "Marxis hebat dan arsitek sejati reformasi dan modernisasi sosialis China".

Duka China dan Dunia

Sebuah komite pemakaman telah diumumkan yang akan dipimpin oleh Jiang Zemin. Menurut para ahli regional, Jiang akan menjadi kandidat yang paling mungkin untuk menggantikan Deng Xiaoping.

Pada saat kematiannya Lapangan Tiananmen belum ada tanpa penjagaan keamanan ekstra. Koresponden BBC Beijing Humphrey Hawksley mengatakan bahwa mengingat pernyataan Deng Xiaoping yang mengabaikan "pemujaan kepribadian", tidak mungkin ada pemakaman kenegaraan yang megah.

"Deng ingin menyerahkan kekuasaan kepada kepemimpinan kolektif dari para teknokrat yang berpikiran modern dan bukan raja-dewa seperti yang biasa dilakukan China," katanya dilansir laman BBC History, Sabtu (19/2/2022).

Internasional pun bereaksi atas kematian sosok yang dikenal diktator dan kontribusinya terhadap ekonomi dunia. Menteri Luar Negeri AS Madeline Albright mengatakan dia adalah tokoh bersejarah dan bahwa AS akan terus mengejar hubungan multi-segi dengan China berdasarkan masalah perdagangan, lingkungan dan hak asasi manusia.

Menteri Luar Negeri Inggris Malcolm Rifkind menyatakan harapannya reformasi ekonomi dan politik akan mempercepat, tidak hanya untuk China tetapi untuk melindungi masa depan Hong Kong. Koloni Inggris akan diserahkan kembali ke China pada Juni dan para pemimpin China telah mengatakan bahwa mereka bermaksud untuk membongkar sistem demokrasi yang baru-baru ini diterapkan.

Namun Ketua Partai Demokrat Hong Kong, Martin Lee, mengatakan jika kepemimpinan China mencoba untuk mengontrol Hong Kong , kebebasan akan terkikis. "Aturan hukum akan dipangkas. Dan itu tidak baik karena kebebasan Hong Kong adalah fondasi untuk masa depan yang cerah," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement