Kamis 24 Feb 2022 11:24 WIB

LPS: Bank Digital Sudah Terapkan Manajemen Risiko Hadapi Kejahatan Siber

LPS meminimalkan ancaman kejahatan siber dengan literasi dan pengawasan ketat

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa (kiri) berbincang dengan nasabah saat proses pembayaran klaim simpanan nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai ancaman kejahatan siber dapat diminimalkan dengan literasi dan pengawasan ketat. Pemerintah melalui otoritas keuangan terkait standar manajemen risiko bagi bank, sehingga setiap bank di Indonesia termasuk bank digital wajib menerapkan standar manajemen risiko.
Foto: ANTARA/Siswowidodo
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa (kiri) berbincang dengan nasabah saat proses pembayaran klaim simpanan nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai ancaman kejahatan siber dapat diminimalkan dengan literasi dan pengawasan ketat. Pemerintah melalui otoritas keuangan terkait standar manajemen risiko bagi bank, sehingga setiap bank di Indonesia termasuk bank digital wajib menerapkan standar manajemen risiko.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai ancaman kejahatan siber dapat diminimalkan dengan literasi dan pengawasan ketat. Pemerintah melalui otoritas keuangan terkait standar manajemen risiko bagi bank, sehingga setiap bank di Indonesia termasuk bank digital wajib menerapkan standar manajemen risiko.

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pihaknya berupaya memonitor dan melakukan perbaikan sistem operasional digital masing-masing bank.

Baca Juga

“Dengan pengawasan yang baik, kami melihat hampir sebagian besar perbankan terutama bank digital sudah menerapkan manajemen risiko ini, akan tetapi tetap saja masih ada kelemahan keamanan siber yang tetap harus monitor dan diperbaiki terus ke depannya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (24/2/2022).

Menurut analisanya serta mengutip dari jurnal Computers & Security, kejahatan siber meningkat signifikan terutama saat pandemi, masyarakat semakin meningkat ketergantungannya pada internet untuk melakukan pekerjaan dan berbagai transaksi keuangan, dengan pencurian data pribadi melalui praktik phishing yang paling banyak terjadi.

Maka itu, perhatian pihak penyedia layanan perbankan dapat diwujudkan dalam penerapan sistem manajemen risiko operasional yang bijaksana, andal, dan diuji secara berkala, serta terus memantau perkembangan modus-modus kejahatan siber untuk memitigasi ancaman kejahatan siber dengan optimal melalui peningkatan keamanan sistem informasi dan teknologi.

"Jika sistemnya baik namun tidak diuji secara berkala, dikhawatirkan menjadi celah untuk membobol sistem keamanan digital. Manajemen juga perlu mensosialisasikan kepada seluruh pegawai bank, karena walaupun sistemnya canggih, namun jika pegawai tidak berhati-hati, kebocoran bisa berasal dari internal, baik disengaja maupun tidak sengaja,” ucapnya.

Menurutnya secara umum mekanisme manajemen risiko yang perlu diadopsi oleh perbankan digital tidak berbeda dengan bank-bank lainnya, hanya saja bank-bank digital perlu lebih memperhatikan berbagai risiko operasional yang terkait dengan vulnerabilitas sistem informasi dan teknologi yang digunakan.

Hal tersebut karena sistem yang menjadi comparative advantage utama perbankan digital dibandingkan dengan bank lainnya, misalnya perlunya implementasi manajemen risiko keamanan informasi berstandar internasional, seperti ISO 27001. 

Selain itu, diperlukan manajemen keamanan siber secara komprehensif dan teruji, yang meliputi Cyber Security Management, Cyber Security Exercise, dan Cyber Security Reporting.

Dari sisi nasabah, menurutnya, penting bagi masyarakat agar tidak mudah tergoda dengan berbagai modus kejahatan siber. Sebagai contoh, masyarakat harus menyadari bahwa informasi data pribadi yang digunakan dalam bertransaksi baik melalui platform digital ataupun e-commerce itu harus dijaga dengan baik.

"Edukasi dan sosialisasi sangatlah penting, khususnya yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman siber dan berbagai modus penipuan online. Maka itu, LPS bersama anggota KSSK akan terus meningkatkan sosialisasi dan edukasi literasi keuangan kepada masyarakat, termasuk untuk membantu masyarakat menghindari modus kejahatan siber ini,” ucapnya.

Untuk meminimalkan risiko kejahatan siber, Purbaya membagikan tips yang dapat dilakukan oleh masyarakat, di antaranya, melakukan backup dokumen online dan offline secara rutin, penggunaan password yang kuat, melakukan pengecekan pengaturan privasi dan keamanan, serta menghindari membuka dan menghapus email ataupun lampiran yang mencurigakan.

LPS juga mensosialisasikan bagaimana agar masyarakat dapat menyimpan dananya bank secara aman, antara lain rutin memeriksa saldo tabungan bank dengan cara mencetak buku tabungan secara periodik, karena kedua hal tersebut juga dapat mengurangi kemungkinan ketidakcocokan catatan kita dengan bank.

Kemudian, memeriksa tingkat bunga penjaminan LPS di www.lps.go.id dan bank, minta ke bank agar bunga yang diberikan tidak melebihi bunga penjaminan LPS, tidak punya kredit macet dengan melunasi kewajiban tepat waktu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement