Kamis 24 Feb 2022 21:40 WIB

Sistem Bubble di Bali, Satgas Ingatkan Pelaku Perjalanan Perhatikan Ini

Satgas tidak menutup kemungkinan jika sistem bubble akan diterapkan di wilayah lain

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Gita Amanda
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan pelaku perjalanan yang akan berkunjung ke Bali maupun ke kawasan kegiatan yang menerapkan mekanisme sistem bubble. (ilustrasi)
Foto: Satgas Covid-19
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan pelaku perjalanan yang akan berkunjung ke Bali maupun ke kawasan kegiatan yang menerapkan mekanisme sistem bubble. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan pelaku perjalanan yang akan berkunjung ke Bali maupun ke kawasan kegiatan yang menerapkan mekanisme sistem bubble. Pertama, Wiku mengingatkan pelaku perjalanan berasal luar negeri dapat memasuki kawasan bubble di Bali melalui Bandara Ngurah Rai atau Pelabuhan Tanjung Benoa maupun secara transit.

Saat memasuki kawasan bubble maka dilakukan skrining kesehatan yaitu pemeriksaan berkas berupa bukti testing, bukti vaksinasi, berkas imigrasi dan entry tes. Untuk pengunjung domestik, dapat memasuki kawasan bubble dengan menggunakan moda transportasi yang tersedia

Baca Juga

"Sebagai syarat khusus, maka siapapun yang hendak memasuki kawasan wajib menunjukkan bukti dokumen keterlibatan dalam rangkaian kegiatan di kawasan bubble, bisa berupa bukti pemesanan dan pembayaran paket wisata, bukti keterlibatan delegasi acara konferensi atau pertemuan atau bukti keterlibatan lainnya," ujar Wiku dalam keterangan persnya secara virtual, Kamis (23/2).

Wiku melanjutkan, khusus untuk WNA juga wajib menyertakan visa kunjungan dan bukti asuransi dengan nilai minimal pertanggungan yang ditetapkan penyelenggara dan mencakup pembiayaan Covid-19 dan evakuasi medis.

Lalu kedua, Wiku mengingatkan pelaku perjalanan yang akan beraktivitas dalam kawasan bubble harus mampu menunjukkan kartu atau sertifikat vaksin dosis kedua, membatasi interaksi hanya dengan anggota kelompok bubble yang sama dan berkegiatan di zona yang telah ditetapkan.

Kemudian, lanjut Wiku, pelaku perjalanan juga harus menjalani testing baik yang insidental sebelum memasuki kawasan venue atau acara maupun rutin setiap hari dengan metode rapid antigen atau RT PCR maksimal 3 hari sekali.

"Dan wajib melaporkan petugas kesehatan jika mengalami keluhan mirip gejala Covid-19. jika dinyatakan sebagai kasus positif atau kontak maka wajib mengikuti mekanisme yang ditentukan. Wajib menjalankan protokol 3M dan melakukan skrining kesehatan dengan pedulilindungi," ujar Wiku.

Kemudian ketiga, pelaku perjalanan yang hendak meninggalkan kawasan bubble, wajib melakukan RT PCR sebagai exit tes untuk menyelesaikan masa karantina atau menyelesaikan rangkaian kegiatan di sistem bubble. Ia juga meminta pelaku perjalanan tetap menjalankan protokol kesehatan dan khususnya kebijakan pelaku perjalanan terkini di daerah tujuannya.

Wiku menambahkan, penetapan kelompok maupun zona bubble dilakukan pihak penyelenggara kegiatan dengan pembagian kelompok berdasarkan beberapa hal. Yakni, jenis kegiatan yang dilaksanakan, riwayat asal kedatangan, jadwal kedatangan, lokasi tujuan pelaku bubble atau riwayat kesehatan.

"Sedangkan kawasan bubble, dapat dibagi berdasarkan urutan aktivitas selama rangkaian kegiatan dan variasi kelompok bubble yang berada dalam satu zona," kata Wiku.

Wiku menegaskan, sistem bubble adalah upaya untuk mencegah importasi kasus. Ini karena sistem bubble adalah sistem koridor perjalanan yang ditujukan untuk membagi orang yang terlibat ke dalam kelompok berbeda dan memisahkan orang yang berisiko terpapar Covid-19 dengan masyarakat umum, disertai dengan pembatasan interaksi dan penerapan prinsip karantina.

Kedepannya, Wiku tidak menutup kemungkinan jika sistem bubble ini akan diterapkan di wilayah maupun jenis aktivitas lainnya di Indonesia. "Demi memastikan terpantaunya keamanan aktivitas masyarakat dari sektor terkecil sampai dengan yang terbesar," katanya.

Wiku juga tidak menutup kemungkinan tetap ada risiko penularan. Meskipun, beberapa sistem bubble dengan protokol kesehatannya telah dirancang sedemikian rupa.

"Risiko penularan akan tetap ada jika tidak dijalankan dengan baik secara kolektif. Kita harus bekerjasama mensukseskan upaya pembukaan bertahap ini agar tidak menimbulkan transmisi komunitas di dalam kawasan bubble atau di luar kawasan buble akibat importasi kasus termasuk di wilayah aglomerasi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement