Jumat 25 Feb 2022 20:20 WIB

Tenaga Kesehatan Juga Alami Burnout Selama Pandemi, Ini Panduan WHO

WHO berikan panduan mengatasi 'burnout' pada tenaga kesehatan.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Seorang tenaga kesehatan duduk meluruskan kakinya usai memeriksa spesimen COVID-19.
Foto: ADENG BUSTOMI/ANTARA
Seorang tenaga kesehatan duduk meluruskan kakinya usai memeriksa spesimen COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki tahun ketiga pandemi Covid-19, ada cukup banyak tenaga kesehatan (nakes) yang terdampak oleh burnout. Sebagian bahkan sampai terdorong untuk meninggalkan pekerjaan mereka. Menghadapi situasi ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan International Labour Organization (ILO) mempublikasikan sebuah panduan baru.

WHO mengungkapkan bahwa sekitar 115.500 tenaga kesehatan meninggal akibat Covid-19 di 18 bulan pertama pandemi Covid-19. Absen karena sakit dan kelelahan semakin memperberat kondisi kekurangan nakes di fasilitas layanan kesehatan.

Baca Juga

"Dan melemahkan kapasitas sistem kesehatan untuk merespons peningkatan kebutuhan akan perawatan dan pencegahan selama krisis," ujar Health Workforce Department Director WHO James Campbell, seperti dilansir FOX News, Jumat (25/2/2022).

Panduan baru dari WHO dan ILO dirancang untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik bagi para tenaga kesehatan (nakes). Melalui pengimplementasian panduan ini, diharapkan para nakes bisa terhindar dari burnout hingga cedera saat bekerja.

Panduan ini memuat rekomendasi program yang bisa diimplementasikan dalam skala nasional hingga skala fasilitas kesehatan. Program yang direkomendasikan oleh WHO dan ILO ini menyoroti masalah bahaya kerja yang berkenaan dengan psikososial, penaykit menular, ergonimis, fisik, dan zat kimia.

Di samping itu, panduan ini juga memberikan rincian mengenai peran pemerintah, pelaku usaha, pekerja, dan layanan kesehatan okupasi dalam melindungi kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan para nakes. Panduan ini pun menekankan soal investasi berkelanjutan, pelatihan, pemantauan, dan kolaborasi.

WHO mengungkapkan bahwa negara-negara yang telah mengembangkan dan mengimplementasikan program ini menunjukkan kemajuan yang signifikan. Di negara-negara tersebut, kasus cedera terkait kerja dan absen karena sakit tampak menurun. Selain itu, perbaikan dan kemajuan lingkungan kerja dan peningkatan produktivitas kerja juga turut tercipta.

Panduan ini menjadi penting mengingat tidak semua fasilitas kesehatan dapat menjadi tempat kerja yang baik bagi nakes. Menurut WHO, lebih dari satu di antara tiga fasilitas kesehatan tak memiliki pos kebersihan yang memadai. Selain itu, angka negara di dunia yang memiliki kebijakan nasional mengenai lingkungan kerja yang sehat dan aman di sektor kesehatan hanya kurang dari satu di antara enam negara.

"Mekanisme efektif perlu diterapkan untuk memastikan kolaborasi berkelanjutan antara pemberi kerja, manajer, dan nakes, dengan tujuan untuk melindungi kesehatan dan keamanan di tempat kerja," jelas Sectoral Policies Department Director ILO Alette van Leur.

Leur menekankan bahwa para nakes sama seperti pekerja lain. Mereka berhak untuk mendapatkan lingkungan kerja yang layak, aman, dan sehat.

"Dan (berhak terhadap) perlindungan sosial untuk layanan kesehatan, absen sakit, dan cedera serta sakit okupasi," pungkas Leur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement