Sabtu 26 Feb 2022 04:45 WIB

Pengacara Muslimah Prancis Berjuang Legalkan Jilbab di Pengadilan

Pengacara Muslimah ini kerap dilarang mewakili kliennya karena jilbab.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Muslimah. Pengacara Muslimah Prancis Berjuang Legalkan Jilbab di Pengadilan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Muslimah. Pengacara Muslimah Prancis Berjuang Legalkan Jilbab di Pengadilan

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Banyak Muslimah di seluruh dunia berjuang menghancurkan stereotip dan mengatasi hambatan diskriminatif yang kerap menghalangi jalan mereka menuju kesuksesan. Salah satunya adalah Sarah Asmeta yang tengah berjuang mendapatkan haknya agar bisa menggunakan jilbab di ruang pengadilan di Prancis.

Sarah Asmeta merupakan seorang pengacara Muslim berusia 30 tahun yang mengenakan jilbab di tempat kerja. Tetapi dia kerap dilarang oleh Dewan Pengacara setempat untuk mewakili klien di ruang sidang karena jilbabnya.

Baca Juga

Asmeta adalah orang pertama di keluarganya yang melanjutkan studi di bidang hukum. Dia juga orang pertama di sekolah hukumnya IXAD di kota utara Lille yang mengenakan jilbab.

“Saya tidak dapat menerima gagasan di negara saya, untuk menjalankan profesi yang saya mampu, saya harus menanggalkan pakaian saya sendiri," kata Asmeta, dilansir dari About Islam, Jumat (25/2/2022).

Rabu depan, pengadilan tertinggi Prancis akan memutuskan kasus Asmeta dalam keputusan yang dapat menjadi preseden nasional dan akan bergema di negara di mana jilbab telah menjadi titik nyala dalam perdebatan tentang identitas dan imigrasi.

Saat ini di Prancis, mayoritas Dewan Pengacara, termasuk yang terbesar di Paris, memiliki aturan internal yang tidak mengizinkan simbol agama seperti jilbab. Dewan Pengacara yang mewakili 75 persen praktisi, 56 persen telah melarang simbol agama dikenakan.

“Dalam larangan umum ini ada diskriminasi yang tepat dan tidak langsung (terhadap wanita Muslim),” kata Pengacara Asmeta, Claire Waquet kepada pengadilan, Selasa pekan lalu.

Berjuang sampai detik terakhir, Asmeta, yang memiliki pengalaman positif magang di Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag dan bekerja sebagai asisten hukum di Brussels sedang mempertimbangkan pindah ke luar negeri apabila kalah dalam persidangan. Namun, jalan itu hanya akan dipilihnya sebagai upaya terakhir.

“Saya sangat senang di sana, saya bisa bekerja, orang melihat saya sebagai orang yang memiliki kompetensi dan tidak suka masalah,” katanya.

Islam melihat jilbab sebagai pakaian wajib bagi Muslimah, bukan simbol agama yang menunjukkan afiliasi seseorang. Namun, apa yang wanita Muslim pilih untuk dipakai adalah topik kontroversial di Prancis. 

Pada 2004, Prancis melarang jilbab di sekolah umum. Pada 2010, Prancis menjadi negara Eropa pertama yang melarang burqa yang menutupi wajah wanita.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement