Ahad 27 Feb 2022 14:47 WIB

Transkrip Lengkap Wawancara Menteri Agama Terkait Adzan dan Pengeras Suara

Pernyataan Menag terkait adzan dan pengeras suara disebut telah didistorsi

Red: Nashih Nashrullah
Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas terkait adzan dan pengeras suara disebut telah didistorsi
Foto: Kemenag
Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas terkait adzan dan pengeras suara disebut telah didistorsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—  Wawancara Menteri Agama Yaqut Cholil Qaumas terkait  Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05/2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara video wawancara di Balai Serindit, Komplek Gubernuran, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, memicu polemik. 

Staf khusus Menteri Agama Bidang Hubungan Antar Kementerian/Lembaga, TNI-POLRI, Kerukunan dan Toleransi Mohammad Nuruzzaman, dalam klarifikasinya menegaskan bahwa pernyataan Menag bukan dalam rangka membandingkan antara suara adzan dan gonggongan anjing, melainkan menyatakan pentingnya pengaturan suara kebisingan apapun.

Baca Juga

“Menteri Agama sama sekali tidak membandingkan suara adzan dengan suara anjing tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,,” kata dia yang saat itu mendampingi Menag. 

Seperti apakah transkrip lengkap pernyataan Menag dalam wawancara tersebut? Berikut kutipan versi lengkapnya sebagaimana dikutip Republika.co.id dari keterangan resmi Kementerian Agama, Ahad (27/2/2022):   

"Soal aturan adzan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang masjid-mushala menggunakan Toa, tidak. Silakan. Karena kita tahu itu bagian dari syiar agama Islam. 

Tetapi ini harus diatur, tentu saja. Diatur bagaimana volume speaker, toanya tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu, sebelum adzan dan setelah adzan, bagaimana menggunakan speaker di dalam dan seterusnya. Tidak ada pelarangan.  

Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi mafsadat. Jadi menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan. 

Karena kita tahu, misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100 meter, 200 meter itu ada mushala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka semua menyalakan Toa nya di atas, kayak apa. Itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya. 

Kita bayangkan lagi, saya Muslim, saya hidup di lingkungan non-Muslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita non-Muslim itu membunyikan Toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng secara bersamaan, itu rasanya bagaimana? 

Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya, menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Bahwa suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan. Speaker di mushala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu. 

Agar niat menggunakan Toa menggunakan speaker sebagai sarana, wasilah untuk melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan, tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita. Berbeda keyakinan kita harus tetap hargai. “ 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement