Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image paskalia dwi wijayanti

Covid belum pergi, PTM harus daring (lagi?)

Lomba | Monday, 28 Feb 2022, 18:49 WIB

Paskalia Dwi Wijayanti

Coronavirus Disease atau yang akrab disebut Covid-19 masih belum benar-benar hilang dari peradaban. Justru pada bulan Februari 2022 ini kasusnya semakin melonjak dengan munculnya varian baru. Bahkan mulai berkembang jenis persilangan antara varian Delta dan Omicron. Upaya penanggulangan terus ditingkatkan mulai dari pemberian booster bagi lansia, tenaga medis dan bahkan pemberian vaksin pada anak-anak usia 6 tahun ke atas. Besar harapannya agar herd immunity atau kekebalan kelompok segera dapat terwujud. Agaknya berbagai upaya penanggulan tadi terbilang kurang sukses merebut simpati masyarakat di berbagai kalangan karena tingkat lonjakan kasus masih semakin tinggi di era varian Omicron ini.

Sebagian besar masyarakat sudah jenuh dengan kondisi serba tidak tentu. Beberapa menjadi proaktif terhadap isu-isu seputar kesehatan dan sisanya menjadi bagian masyarakat yang abai terbukti dari banyaknya yang lalai dengan protokol kesehatan. Semenjak penurunan level sudah tidak terlihat lagi pos-pos pemeriksaan, hilir mudik warga di pasar sudah ramai, para pengendara di jalan raya sudah minim yang mengenakan masker, kerumunan sering terjadi, dan bahkan pusat-pusat perbelanjaan pun penuh sesak.

Di tengah segala keruwetan tentang covid, yang paling dirugikan adalah anak-anak. Baik usia pra sekolah ataupun anak-anak usia sekolah. Untuk anak usia pra sekolah, masa ini adalah kesempatan bagi anak-anak untuk bersosialisasi dan menjelajah dunia. Sementara bagi anak-anak usia sekolah dari taman kanak-kanak sampai perkuliahan, pembelajaran tatap muka harus tertunda sampai batas waktu yang tidak terhingga.

Pembelajaran tatap muka adalah waktu yang menyenangkan bagi anak-anak sekolah. Terlepas dari materi, metode, strategi pembelajaran yang guru terapkan di kelas, pembelajaran akan lebih bermakna apabila proses ketika memperoleh ilmu lebih bermakna. Kebermaknaan akan muncul saat suasana atau situasi belajar mendukung. Yang mana suasana belajar yang terjadi di dalam kelas sangat berbeda dengan suasana belajar dari rumah.

Suasana belajar yang terjadi di dalam kelas saat anak bersama dengan guru dan teman-teman sangat mendukung terciptanya pembelajaran yang bermakna. Karena ilmu yang diperoleh anak tidak hanya melalui transfer materi melainkan dari proses menemukan. Anak dapat menemukan ilmu dengan bantuan guru maupun teman satu kelasnya. Sehingga ilmu yang diperoleh anak semakin berkembang dan juga menetap/permanen.

Untuk anak-anak usia sekolah taman kanak-kanak dan sekolah dasar, mereka sangat memerlukan bimbingan dan juga arahan dari bapak/ibu guru yang seharusnya didapatkan di kelas. Namun saat mereka di rumah, proses-proses yang sedemikian tadi terhapuskan atau mungkin terlewatkan. Sehingga ilmu saat mereka belajar daring menjadi sekadar lewat atau proses transfer (pindah) saja.

Maka banyak juga yang harus kecewa lagi ketika pembelajaran harus kembali melalui daring. Rasa kecewa muncul tidak hanya dari guru namun juga orang tua dan anak. Meskipun pemerintah sudah memberikan subsidi kuota gratis, di beberapa tempat di pasang wifi gratis namun kendala pembelajaran daring tetap tidak terelakkan. Seperti dari keterbatasan perangkat baik dari jumlah maupun kondisi dalam tiap keluarga, kesibukan orang tua yang bekerja untuk dapat memantau atau mendampingi anak, orang tua yang kebingungan bagaimana cara mengajarkan materi pada anak, dan masih banyak beribu persoalan lainnya.

Sementara saat anak kembali tatap muka setelah sekian lama, situasi dan kondisi yang serba baru membuat mereka juga tidak senyaman dahulu saat belajar di dalam kelas. Semua serba terbatas. Pergerakan anak menjadi tidak bebas karena harus menjaga jarak dan tidak lagi dapat berkerumun dengan teman seperti dulu. Dalam keseharian terus menggunakan masker dan hanya dapat dilepas jika saat makan atau minum saja. Tapi setidaknya, kondisi serba terbatas ini tetap membuat mereka lebih senang belajar di sekolah daripada harus belajar di rumah.

Para guru yang sudah mulai nyaman bertemu dengan para muridnya untuk berbenah diri kembali harus merombak pembelajaran. Pembelajaran daring dua tahun membuat sekian lonjakan perubahan anak dalam memahami dan menguasai materi. Para guru juga sedang meracik resep paling mujarab dan ampuh agar anak belajar senang tapi juga mudah ditangkap. Pembenahan guru tidak hanya dari materi namun juga karakter belajar anak yang terbawa sejak pandemi. Kondisi baru mulai nyaman tapi kembali harus dihentikan.

Yang diharapkan saat anak belajar daring adalah anak belajar mandiri, dapat menangkap materi dari video atau rangkuman yang diberi, mengerjakan tugas dengan tetap tepat waktu dan jujur serta tetap mengikuti pembelajaran apapun bentuknya. Namun pada kenyataannya harapan itu baru dapat berjalan sekian persen dari keseluruhan pelajar yang ada. Bahkan para orangtua mulai membuat tagline: Anak mulai daring orang tua mulai muring-muring*. Kenyataannya memang demikian. Pembelajaran daring diharapkan dapat memutus penyebaran virus namun yang papar saat anak belajar daring juga tetap saja ada.

Apabila pembelajaran harus daring kembali sebenarnya belum dapat dikatakan sebagai solusi yang paling aman. Dan juga bukan solusi untuk pembelajaran. Agar semua pihak sama-sama dapat diuntungkan maka diperlukan sinergi dan kerjasama dari berbagai pihak. Kerjasama dalam hal ketertiban mengenakan masker, kepatuhan untuk tidak berkerumun dan saling menjaga jarak, serta selalu ingat untuk cuci tangan setelah bepergian merupakan cara termudah selain vaksin untuk dapat mencegah virus berkembang biak lebih banyak. Namun agaknya hal termudah itu justru yang paling sulit untuk dilakukan. Agar kondisi cepat pulih dan tidak berlarut-larut, segera pakai maskermu, rajin cuci tanganmu, kurangi berkerumun terlebih dahulu, vaksin dan booster tepat waktu!

Foto: Ilustrasi beritakotaambon.com

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image