Rabu 02 Mar 2022 15:11 WIB

Exxon akan Keluar dari Rusia, Tangguhkan Investasi Lebih Lanjut

Penangguhan investasi di Rusia termasuk operasi di proyek migas Pulau Sakhalin.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Sebuah kendaraan mengisi bahan bakar. Exxon menyatakan menangguhkan investasi di Rusia.
Foto: AP Photo/David Zalubowski
Sebuah kendaraan mengisi bahan bakar. Exxon menyatakan menangguhkan investasi di Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, HOUSTON -- Exxon Mobil akan keluar dari operasi-operasi di Rusia, termasuk ladang produksi minyak. Perusahaan tersebut menjadi perusahaan energi besar Barat terbaru yang keluar dari negara kaya minyak itu menyusul invasi Moskow ke Ukraina.

Keputusan itu termasuk operasi di proyek produksi minyak dan gas besar di Pulau Sakhalin di Timur Jauh Rusia. British BP PLC, Shell dan Equinor ASA dari Norwegia sebelumnya telah mengungkapkan rencana untuk meninggalkan operasi-operasi di Rusia.

Baca Juga

"Mengingat situasi saat ini, Exxon Mobil tidak akan berinvestasi dalam pengembangan baru di Rusia," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan, dikutip Rabu (2/3/2022).

Exxon tidak memberikan jadwal untuk keluar, atau mengomentari potensi penurunan aset. Perusahaan mengutuk serangan Rusia dan mengatakan mendukung rakyat Ukraina.

"Kami menyesalkan tindakan militer Rusia yang melanggar integritas wilayah Ukraina dan membahayakan rakyatnya," kata Exxon.

Exxon telah mulai mengeluarkan karyawan yang merupakan warga negara AS dari Rusia, Reuters melaporkan sebelumnya, berdasarkan dua orang yang mengetahui masalah tersebut. Exxon tahun lalu mempekerjakan lebih dari 1.000 orang di seluruh Rusia dengan kantor di Moskow, St. Petersburg, Yekaterinburg dan Yuzhno-Sakhalinst, menurut situs webnya.

Jumlah staf ekspatriat yang dievakuasi tidak jelas pada Selasa (1/3/2022). Perusahaan mengirim pesawat ke Pulau Sakhalin untuk mengambil staf, kata salah satu orang yang mengetahui masalah tersebut.

Exxon mengoperasikan tiga ladang minyak dan gas lepas pantai besar yang beroperasi di Pulau Sakhalin atas nama konsorsium internasional perusahaan Jepang, India, dan Rusia. Perusahaan telah memajukan rencana untuk menambah terminal ekspor gas alam cair di lokasi tersebut.

"Bisnis Exxon di Rusia relatif kecil dalam konteks perusahaannya yang lebih luas, sehingga tidak memiliki signifikansi yang sama seperti yang dimiliki BP atau TotalEnergies, jika ingin meninggalkan aset Rusianya," kata Anish Kapadia, direktur energi dan peneliti pertambangan Pallissy Advisors.

Perusahaan, yang telah mengembangkan ladang minyak dan gas Rusia sejak 1995, mendapat tekanan untuk memutuskan hubungannya dengan Rusia atas invasi Moskow ke Ukraina. Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi khusus".

Fasilitas Sakhalin, yang telah dioperasikan Exxon sejak produksi dimulai pada 2005, merupakan salah satu investasi langsung terbesar di Rusia, menurut deskripsi proyek di situs web Exxon. Operasi tersebut telah memompa minyak dan gas hingga 300.000 barel per hari.

Sementara itu, harga minyak dunia pada Rabu menyentuh angka 110 dolar AS per barel. Acuan brent tercatat mencapai 110,23 dolar AS per barel, sedangkan acuan WTI mencapai 108,41 dolar AS per barel.

Dilansir Reuters, pemicu kenaikan harga masih karena Russia masih menahan supplynya. Padahal, pasokan dari Rusia mencapai delapan persen dari suplai dunia.

Ekonom Westpac, Justin Smirk menilai banyak negara negara akhirnya melakukan peningkatan permintaan menyusul sanksi Barat atas rusia dan kekhawatiran suplai yang makin menipis. "Ini merupakan goncangan pasokan yang paling besar di abad ini," ujar Smirk, Rabu.

Laporan dari IEA saat ini stok minyak komersial sangat menipis hanya 2,7 juta barel, bahkan terendah sejak 2014 silam. OPEC+ pun akan melakukan pertemuan pada hari ini untuk membahas rencana tambahan pasokan mencapai 400.000 barel per hari selama satu bulan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement