Kamis 03 Mar 2022 16:40 WIB

China Enggan Jatuhkan Sanksi Finansial kepada Rusia

China menilai sanksi finansial tidak efektif menyelesaikan masalah invasi Rusia

Red: Nur Aini
Seorang pria bersenjata berdiri di Lapangan Independen (Maidan) di pusat Kyiv, Ukraina, Rabu, 2 Maret 2022. Pemimpin Ukraina mengecam eskalasi serangan Rusia di kota-kota padat sebagai kampanye teror terang-terangan, sementara Presiden Joe Biden memperingatkan bahwa jika Pemimpin Rusia tidak membayar harga untuk invasi, agresi tidak akan berhenti di satu negara.
Foto: AP/Efrem Lukatsky
Seorang pria bersenjata berdiri di Lapangan Independen (Maidan) di pusat Kyiv, Ukraina, Rabu, 2 Maret 2022. Pemimpin Ukraina mengecam eskalasi serangan Rusia di kota-kota padat sebagai kampanye teror terang-terangan, sementara Presiden Joe Biden memperingatkan bahwa jika Pemimpin Rusia tidak membayar harga untuk invasi, agresi tidak akan berhenti di satu negara.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Otoritas perbankan China tidak ikut-ikutan menjatuhkan sanksi finansial terhadap Rusia seperti yang dilakukan oleh beberapa negara lain sebagai respons atas operasi militer Rusia di Ukraina.

China tidak mendukung sanksi finansial, khususnya sanksi unilateral karena sanksi tersebut tidak efektif dalam menyelesaikan masalah. Hal itu ditegaskan Ketua Komisi Regulasi Perbankan dan Asuransi China (CBIRC) Guo Shuqing kepada pers di Beijing, Rabu (2/3/2022).

Baca Juga

"Posisi China sudah dijelaskan oleh Kementerian Luar Negeri. Kebijakan internasional kami tetap konsisten," ujarnya.

Menurut dia, sanksi tersebut tidak memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian dan keuangan China. Apalagi, kata dia, perekonomian dan keuangan China sudah cukup stabil.

Sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyatakan dukungan dan mendorong upaya diplomatik yang kondusif untuk mengatasi krisis Ukraina serta mempersilakan perundingan damai oleh Rusia dan Ukraina. Pihaknya sangat berharap kedua belah pihak melanjutkan proses dialog dalam mengatasi sengketa politik dengan tetap mengakomodasi legitimasi keamanan kedua belah pihak.

Baca: Ancaman Banjir Bandang, Setengah Juta Warga Sydney Diminta Mengungsi

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِمْ اٰيٰتُنَا بَيِّنٰتٍ قَالُوْا مَا هٰذَآ اِلَّا رَجُلٌ يُّرِيْدُ اَنْ يَّصُدَّكُمْ عَمَّا كَانَ يَعْبُدُ اٰبَاۤؤُكُمْ ۚوَقَالُوْا مَا هٰذَآ اِلَّآ اِفْكٌ مُّفْتَرًىۗ وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِلْحَقِّ لَمَّا جَاۤءَهُمْۙ اِنْ هٰذَآ اِلَّا سِحْرٌ مُّبِيْنٌ
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang, mereka berkata, “Orang ini tidak lain hanya ingin menghalang-halangi kamu dari apa yang disembah oleh nenek moyangmu,” dan mereka berkata, “(Al-Qur'an) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan saja.” Dan orang-orang kafir berkata terhadap kebenaran ketika kebenaran (Al-Qur'an) itu datang kepada mereka, “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.”

(QS. Saba' ayat 43)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement