Jumat 04 Mar 2022 21:32 WIB

Momentum Teknologi 5G dalam Percepatan Transformasi Digital Indonesia Jelang G-20

Transformasi digital tidak hanya terus berlanjut, tetapi justru mempercepat bisnis.

Red: Karta Raharja Ucu
Jacky Chen, CEO Huawei Indonesia.
Foto: DOK PRIBADI
Jacky Chen, CEO Huawei Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Jacky Chen, CEO Huawei Indonesia

Selama beberapa tahun terakhir, transformasi digital telah menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan, ketika pandemi merebak, muncul pertanyaan: Apakah momentum bagi transformasi digital akan terus berlanjut atau justru terhenti, seperti yang terjadi pada banyak industri lain?

Sekarang, tanpa keraguan jawaban atas pertanyaan itu adalah bahwa transformasi digital tidak hanya terus berlanjut, tetapi justru mempercepat serta membantu banyak industri dan bisnis mengubah cara mereka beroperasi secara fundamental. Sehingga berimbas mereka mampu bertahan dan tumbuh, terutama ketika sebagian besar aktivitas telah bergeser secara daring.

Namun, laju transformasi digital perlu ditopang oleh beberapa teknologi. Termasuk juga diperlukan upaya yang terkoordinasi secara internasional yang meletakkan fondasi bagi adopsi teknologi secara lebih luas.

Tahun ini, Presidensi G20 jatuh di pundak Indonesia. Sebagai salah satu pertemuan penting global saat ini, G20 menyatukan setidaknya 20 negara dengan PDB terbesar di dunia untuk menyelaraskan prioritas, tujuan, dan misi –dengan harapan bahwa, bersama-sama, kemajuan dan kemakmuran dapat dicapai. “Recover Together, Recover Stronger” menjadi pesan utama KTT, dengan tiga isu prioritas yang diusung: Transformasi Digital, Transisi Energi Berkelanjutan, dan Arsitektur Kesehatan Global.

Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika selaku ketua Pokja Ekonomi Digital di G20 akan memberikan penekanan pada 3 strategi: pemulihan dan konektivitas pasca-Covid-19, keterampilan dan literasi digital lintas sektoral, serta aliran data lintas perbatasan yang terpercaya. Dengan semua mata tertuju pada pertemuan G20, sebenarnya ada “G” lain yang juga harus kita perhatikan, yaitu teknologi 5G.

Teknologi 5G adalah poin yang sangat menonjol ketika kita berbicara tentang G20 tahun ini. 5G dapat membantu mencapai tujuan transformasi ekonomi, energi terbarukan, dan penatalaksanaan kesehatan yang inklusif.

Di panggung global, teknologi 5G telah diterapkan secara luas di berbagai sektor dan industri dengan banyak use cases yang tengah dieksplorasi dan dikembangkan agar dapat berkontribusi lebih banyak terhadap komunitas digital.

Sayangnya, di Indonesia, teknologi tersebut belum dioptimalkan dalam skala yang seharusnya. Peluncuran dan penerapan komersial 5G pada tahun lalu dapat menjadi awal yang baik bagi pengembangan teknologi 5G untuk bergerak maju dan mendorong transformasi digital.

KTT G20 adalah kesempatan yang baik untuk mengeksplorasi potensi 5G dan bagaimana hal itu dapat dimanfaatkan untuk mengatasi banyak tantangan dan bahkan mengantisipasi potensi ancaman. Mari kita lihat bagaimana 5G dapat berkontribusi dan membantu mengatasi setiap masalah prioritas G20.

5G Menyentuh 3 Masalah Prioritas

Bisa dikatakan tahun 2022 merupakan tahun bagi teknologi 5G. Tahun ini, kita akan menyaksikan fokus negara dalam mempercepat penyebaran pita lebar 5G, sebagian berkat manajemen spektrum yang jauh lebih baik. Peta jalan spektrum telah ditetapkan dalam rencana lelang 2022 di 700 MHz dan 26 GHz tahun ini, sementara yang akan datang adalah lelang 3,5 GHz, yang dijadwalkan pada 2023.

Karena konektivitas berbasis serat masih menunjukkan penetrasi yang rendah, pemerintah telah mendorong pencapaian 5G experience yang sesungguhnya melalui optimalisasi pemanfaatan jaringan berbasis serat fiber, melalui skema berbagi infrastruktur di antara para operator serta mendukung pemerintah daerah dalam penerbitan izin yang lebih mudah bagi sebaran proses penyebaran jaringan. Saat ini, model bisnis untuk kasus penggunaan 5G tengah dikaji mengingat tingginya permintaan dari kota, industri, dan konsumen sehingga menciptakan momentum untuk mempercepat transformasi ekonomi digital di Indonesia.

Belum lagi, di depan mata ada mega proyek Ibu Kota Baru Indonesia yang memerlukan dukungan konektivitas berkecepatan tinggi serta kota cerdas yang siap diintegrasikan pada tahun 2024. Sungguh, waktunya sudah matang untuk melakukan transformasi digital.

Transformasi digital harus adil. Artinya, transformasi haruslah berdampak pada setiap orang, setiap bisnis, dan setiap sektor. Dalam bisnis dan perdagangan, transformasi digital berbasis 5G akan membantu bisnis berakselerasi dengan cepat.

Pemulihan dan peningkatan konektivitas pasca-pandemi Covid-19 adalah salah satu tujuan dalam transformasi digital Indonesia bagi tumbuhnya perekonomian. 5G membuka peluang besar di sisi ini.

5G menjanjikan peningkatan bandwidth, keandalan, dan latensi yang rendah. 5G akan mendorong bisnis untuk pulih sepenuhnya melalui pemanfaatan kemampuan teknologi berbasis data canggih seperti IoT, kecerdasan artifisial (AI), cloud, dan machine learning. Selain itu, 5G juga dapat memberikan dorongan yang diperlukan bagi Indonesia – dan dunia – untuk terus maju bersama dalam menghasilkan konektivitas yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi.

Perubahan iklim adalah tantangan lain yang dapat diatasi dengan 5G. Di tengah pandemi seperti sekarang ini, perubahan iklim menjadi salah satu tantangan besar lain.

Untuk dapat membalikkan keadaan dunia, tentu bukan bukanlah hal yang mudah. Namun teknologi dapat menjadi salah satu faktor untuk memastikan keberhasilan dalam menerapkan keberlanjutan dan memerangi perubahan iklim. Di Indonesia, pengembangan ekonomi hijau tetap menjadi prioritas nasional untuk mencapai nol emisi karbon melalui inisiatif berbasis teknologi.

Seperti yang dibahas sebelumnya dalam laporan SMART 2020 oleh International Telecommunication Union (ITU), implementasi 5G di semua teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan mampu mengurangi 15 persen dari semua emisi global berkat perubahan perilaku dan perbaikan proses kerja di berbagai industri vertikal yang didukung oleh jaringan 5G yang berkapasitas tinggi, ubiquitous, serta berlatensi rendah. Teknologi hijau dan rendah karbon yang didukung oleh 5G pasti akan menjadi pendorong baru untuk pembangunan berkelanjutan. Secara jangka panjang, seluruh sektor publik dan swasta perlu menjadikan keberlanjutan sebagai prioritas mereka; untuk mencapai hal ini, mereka harus memiliki pengetahuan mendalam tentang teknologi apa yang harus diterapkan.

Pandemi ini secara khusus juga mendorong penyedia layanan kesehatan untuk berinovasi. Namun, infrastruktur kesehatan global saat ini terfragmentasi, ditandai dengan perbedaan besar antar negara – dan bahkan di dalam negara yang sama – dan ini hanya diperburuk oleh pandemi. Teknologi 5G, dengan kecepatan dan keandalannya yang tinggi, memungkinkan untuk mendemokratisasikan perawatan kesehatan dengan telemedicine dan bahkan use case yang cukup revolusioner seperti operasi medis secara jarak jauh.

Seorang pasien di pinggiran dan daerah terpencil dapat memperoleh akses perawatan medis yang sama dengan mereka yang tinggal di kota-kota besar. Di era digital, kami membayangkan ini dapat diperkuat pada skala yang jauh lebih besar, jauh lebih luas, dalam rangka membantu negara-negara yang sangat membutuhkan infrastruktur perawatan kesehatan yang berkualitas.

Ada beberapa contoh yang terjadi. Selama masa pandemi, Huawei juga telah menyediakan teknologi cloud, AI, dan analytics ke rumah sakit termasuk Pertamedika dan RSPAD Gatot Soebroto untuk membantu mempercepat diagnosis Covid-19 dengan akurasi yang lebih tinggi. Tidak hanya di Indonesia, Huawei juga bekerja sama dengan rumah sakit terbesar di Thailand, Siriraj Hospital, untuk menyediakan perawatan kesehatan yang lebih cerdas – termasuk perawatan kesehatan jarak jauh, pencitraan dan analitik cerdas, dan kendaraan otonom untuk mengurangi beban kerja tenaga medis serta risiko infeksi Covid.

Dengan demikian, negara-negara seperti Indonesia dan Thailand dapat memimpin dengan memberi contoh dan berbagi kisah sukses dan praktik terbaik ini di seluruh dunia yang akan, seperti yang kita pelajari melalui pandemi, mengoordinasikan infrastruktur kesehatan global untuk bergerak dan mengatasi ancaman kesehatan di masa depan secara bersamaan, bukan sebagai upaya secara individual.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement