Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ani Fauzia

Syukurilah Ketika Masih Kuat

Curhat | Monday, 07 Mar 2022, 13:32 WIB

Malam itu udara tak begitu dingin dan juga panas, juga tak sesunyi biasanya dengan suara gemuruh anak-anak di luar sana yang masih bercengkrama di tengah malam, rembulanpun bersinar begitu cerah menyinari bangunan megah nan indah bagi para penghuninya dan kesunyian malam itu. Diri ini terbangun disaat orang-orang masih terlelap dalam tidurnya yaitu pukul 01.45. Alhamdulillah Allah masih menyayangiku dengan tergeraknya jiwa ini untuk melaksanakan sholat Isya, maklum tidur cepat karena merasa pusing setelah maghrib. Disusul dengan sholat malam yang tak banyak roka’atnya kukerjakan, diteruskan dengan dzikir dan terbesit hati ini ingin merasakan nikmatnya hidup tanpa selalu makan apa yang diinginkannya seperti halnya orang miskin disana.

Tepat pukul 04.00 panggilan illahi lantunan indah terdengar di ujung terindah, dimana tempat ini sangat dirindukan oleh orang-orang yang merasakan kenyamanan dan ketentraman di dalamnya. Ku segera langkahkan kaki untuk memenuhi panggilannya dengan langkah kecilku menggerakkan sepeda beroda dua, mata masih setegah sadar dengan basuhan air wudhu. Alhamdulillah aku selalu dipertemukan dengan orang baik di dalamnya dan sellau memotivasiku untuk tidak bosan dan letih saat mendatanginya. Aku lakukan ini saat matahari belum muncul di permukaan dan ketika matahari tak tampak lagi. Mungkin orang heran dan bertanya: “kenapa sih ibadah kok harus jauh kesana? Kenapa gak di tempat terdekat aja sih?”. Jawabanku hanya satu: “syukur”. Ha, maksudnya syukur di sini apa?. Oke aku jelaskan.

Alhamdulillah masih bisa menghirup udara segar, masih kuat melangkahkan kaki ataupun bersepeda bahkan orang yang jauh sekalipun mampu untuk meraihnya namun kenapa kita tidak, masih kuat untuk membasuh muka dengan air keberkahan. Bagaimana aku mensyukuri itu? ya dengan aku syukuri nikmat itu selalu mengingat Rabbku dan ku langkahkan kaki ke rumah-Nya.

Setelah usai ibadah kulakukan bersama temanku, aku teruskan dengan menghafal sedikit ayat agar ku tak gampang melupakannya. Diapun juga begitu. Pulang, terbesit dalam hatinya, “ayok kita bersepeda dengan pakai mukena, kayaknya jarang banget” ucapnya. Aku bingung sekejap, tapi itu satu hal yang agak konyol sebenarnya kita lakukan. Ya sudahlah, mungkin ini bisa buat pengalaman juga, hehhe.

Kita kayuh sepeda dengan menikmati udara yang tak begitu segar dan sejuk. Setelah beberapa langkah, aku mulai bertanya dengannya: “kenapa kamu selalu memenuhi panggilan Rabb dengan melangkahkan kakimu ke ujung terindah?” tanyaku. Satu kata yang dia lontarkan, “syukur”. Dia memang orang yang kaku, pendiam dengan sejuta makna. Jawabannya dan jawabanku sama. Alhamdulillah aku masih dipertemukan dengan teman-teman yang baik dan mendukung akan kebaikan sellau. Sampai jika kita tak bersapa disana, yang dia pertanyakan. “kemana tadi kok gak dateng?”. Itu satu pertanyaan yang membuatku sellau semangat melangkahkan kakiku. Semoga kita menjadi hamba yang dirindukan Rabb dan menjadi ahlu surga. Aamiin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image