Kamis 10 Mar 2022 16:31 WIB

MUI Palu Imbau Pengelola Masjid Selektif Hadirkan Penceramah

Pengurus perlu mengetahui terlebih mengenai kapasitas dan latar belakang penceramah.

Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Penceramah. MUI Palu Imbau Pengelola Masjid Selektif Hadirkan Penceramah
Foto: dok. Republika
Ilustrasi Penceramah. MUI Palu Imbau Pengelola Masjid Selektif Hadirkan Penceramah

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah, mengimbau para pengelola kegiatan keagamaan dan peribadatan di masjid (pegawai syara) agar selektif dalam menghadirkan penceramah, sebagai upaya menangkal radikalisme.

"MUI Palu selalu mengingatkan para pegawai syara dan umat Islam agar tidak sembarangan mengundang penceramah. Artinya, pegawai syara harus selektif terhadap penceramah," ucap Ketua MUI Kota Palu Prof Zainal Abidin, Kamis (10/3/2022).

Baca Juga

Ia menilai, sebelum menghadirkan penceramah di masjid, pegawai syara dan pengurus masjid, perlu mengetahui terlebih dahulu tahu mengenai penceramah yang akan dihadirkan. "Iya, harus diketahui kapasitas penceramah, latar belakangnya seperti apa, penceramah itu berafiliasi dengan organisasi apa dan wawasan keagamaannya. Jangan menghadirkan penceramah yang tidak dikenal latar belakangnya," ujarnya.

Prof Zainal yang juga salah satu Rais Syuriah PBNU itu mengatakan umat Islam meyakini masjid sebagai tempat yang suci dan sakral. Karena itu, kesucian dan kesakralan rumah ibadah tersebut harus diikuti dengan peningkatan kompetensi pegawai syara dalam memilih penceramah.

Hal itu karena masjid bukan tempat untuk menyebarkan paham intoleransi, radikalisme dan terorisme. Masjid dengan berbagai fungsinya menjadi satu sarana penunjang pembangunan wawasan keislaman dan persatuan serta kesatuan, berbasis Islam rahmatan lilalamin.

Karena itu, ia menilai pegawai syara dan pengurus masjid memiliki peran penting dalam mencegah penyebaran radikalisme dan peran itu harus ditingkatkan. Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan masyarakat, khususnya umat Islam, perlu mengenali ciri mubaligh yang intoleran dan radikalisme.

"Ini penting dikenal agar umat tidak terpapar paham intoleransi dan radikalisme," kata Ketua FKPT Provinsi Sulteng Muhd Nur Sangadji.

Nur mengatakan masjid itu adalah tempat ibadah dan atmosfer untuk memproduksi kebajikan. Tidak boleh disalahgunakan untuk hal-hal yang melanggar hukum.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ada beberapa ciri mubaligh intoleransi dan radikalisme. Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional.

Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengafirkan pihak lain yang berbeda faham maupun berbeda agama. Ketiga, menanamkan sikap anti-pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian dan sebaran berita bohong.

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Kelima, memiliki pandangan antibudaya atau antikearifan lokal keagamaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement