Jumat 18 Mar 2022 15:37 WIB

APPSI Sarankan Distribusi Minyak Goreng Curah Bersubsidi Lewat BUMN

Konsumsi minyak goreng di Indonesia masih didominasi dalam bentuk curah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja menuangkan minyak goreng curah ke dalam plastik di salah satu kios sembako (ilustrasi), Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) menyarankan agar pendistribusian minyak goreng curah bersubsidi dapat melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pekerja menuangkan minyak goreng curah ke dalam plastik di salah satu kios sembako (ilustrasi), Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) menyarankan agar pendistribusian minyak goreng curah bersubsidi dapat melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) menyarankan agar pendistribusian minyak goreng curah bersubsidi dapat melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal itu untuk mencegah potensi penyelundupan yang bisa terjadi ketika pendistribusiannya secara bebas.

"Kami mengimbau dan meminta pemerintah tolong minyak goreng curah ini harus dikelola BUMN. Kalaupun tidak bisa semua, ya tidak apa-apa, 70 persen harus BUMN," kata Ketua Umum APPSI, Sudaryono kepada Republika.co.id, Selasa (18/3/2022).

Baca Juga

Ia mengatakan, dikhawatirkan jika pendistribusian minyak goreng curah bersubsidi diserahkan seperti mekanisme pasar yang dijalankan swasta, tidak ada yang bisa menjamin alur distribusinya."Siapa yang jamin? Lalu pedagang tidak dapat akses, harus kemana? Kalau ke swasta kan tidak jelas. Kalau ditunjuk BUMN seperti ID Food atau Bulog, pemerintah punya kendali langsung," katanya menambahkan.

Sudaryono mengatakan, APPSI mendorong adanya mekanisme pelibatan BUMN, meskipun memang potensi penyelewengan akan tetap ada. Apalagi, saat ini disparitas harga antara minyak goreng curah dan kemasan terpaut jauh.

Minyak goreng curah diatur harganya sebesar Rp 14 ribu per liter karena akan mendapatkan subsidi dari pemerintah lewat dana BPDPKS. Sementara, minyak goreng kemasan sederhana dan premium tidak diatur sehingga mengikuti harga pasar yang saat ini tembus hingga Rp 24 ribu per liter.

Disparitas itu menimbulkan risiko penyelewengan minyak goreng curah yang dijadikan menjadi minyak goreng kemasan secara ilegal.

Pendistribusian melalui BUMN, kata dia, pun sekaligus agar kontrol kualitas bisa lebih terjamin. Pasalnya minyak goreng curah rawan diganti dengan minyak jelantah yang sulit dibedakan.

"Bukan saya menakut-nakuti, tapi ini harus ada quality control dan distribusinya harus jelas dan ada jaminan," kata Sudaryono.

Mengutip data Kementerian Perdagangan (Kemendag) rata-rata kebutuhan minyak goreng nasional per bulan mencapai 327 ribu ton. Adapun, pangsa pasar minyak curah lebih tinggi ketimbang kemasan.

Berdasarkan catatan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), minyak curah berkontribusi hingga 65 persen dari total kebutuhan minyak goreng nasional dan sisanya 35 persen merupakan kemasan. Karena itu, konsumsi minyak goreng di Indonesia masih didominasi dalam bentuk curah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement