Senin 21 Mar 2022 11:20 WIB

Jelang Ramadhan, Satgas Pangan Polri Jamin Stok Sembako Aman

Satgas Pangan Polri menyebut distribusi lancar dan harga terjangkau selama Ramadhan

Rep: Ali Mansur/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kepala Satgas Pangan (Kasatgas) Polri Irjen Pol Helmy Santika (tengah). Satuan Tugas (Satgas) Pangan Bareskrim Polri memperkuat monitoring di lapangan guna menjaga keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan bahan pokok menjelang bulan suci Ramadan. Satgas juga telah melakukan beberapa hal dalam rangka mengantisipasi meningkatnya kebutuhan sembako menjelang bulan puasa dan Lebaran tahun ini.
Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.
Kepala Satgas Pangan (Kasatgas) Polri Irjen Pol Helmy Santika (tengah). Satuan Tugas (Satgas) Pangan Bareskrim Polri memperkuat monitoring di lapangan guna menjaga keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan bahan pokok menjelang bulan suci Ramadan. Satgas juga telah melakukan beberapa hal dalam rangka mengantisipasi meningkatnya kebutuhan sembako menjelang bulan puasa dan Lebaran tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Pangan Bareskrim Polri memperkuat monitoring di lapangan guna menjaga keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan bahan pokok menjelang bulan suci Ramadan. Satgas juga telah melakukan beberapa hal dalam rangka mengantisipasi meningkatnya kebutuhan sembako menjelang bulan puasa dan Lebaran tahun ini.

“Kami melakukan pengecekan dan monitoring di lapangan guna memastikan ketersediaan aman, distribusi lancar dan harga sembako terjangkau oleh masyarakat,” ujar Kepala Satgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika kepada awak media, Senin (21/3).

Kemudian, kata Helmy, pihaknya juga melakukan evaluasi mengenai perkembangan ketersedian, distribusi dan harga bahan pokok, seperti beras, minyak goreng, gula, daging sapi, ayam, dan telur. Namun ia mengaku, pihaknya tidak bisa bekerja sendiri dalam menjaga stabilitas harga dan keamanan stok. 

“Sinergi dan kerja sama dengan semua pemangku kepentingan sangat diperlukan dan sejauh ini berjalan dengan baik,” ungkap Helmy.

Selain itu, Satgas juga mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan produksi, tidak menahan stok, dan menjual sesuai harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Pihaknya melakukan monitoring di lapangan untuk mengetahui hambatan distribusi dan mencari solusi. Kemudian memback up dalam pengamanan dan pengawasan agar kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan baik, serta penindakan bagi oknum atau pelaku sebagai ultimum remedium.

“Banyak sanksi yang dapat diterapkan terhadap pelaku, mulai yang sifatnya administratif, denda sampai dengan sanksi pemidanaan. Semua akan dilakukan secara tegas, terukur, objektif dan transparan,” tegas Helmy

Selanjutnya, Helmy menegaskan, ancaman hukuman bagi mafia pangan sudah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dalam Pasal 107 UU itu disebutkan, pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50 miliar.

Pasal 29 ayat (1) juga menyebutkan, pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan / atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.

Lalu, dalam Perpres 71 Tahun 2015  tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting disebutkan dalam Pasal 2  ayat (1), bahwa minyak goreng masuk dalam Barang Kebutuhan Pokok hasil industri. Mengenai jumlah dan waktu tertentu diatur dalam Pasal 11 Perpres 71 Tahun 2015  tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, sebagai berikut:

(1) Dalam hal terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang, Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting dilarang disimpan di Gudang dalam jumlah dan waktu tertentu. (2) Jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu jumlah diluar batas kewajaran yang melebihi stok atau persediaan barang berjalan, untuk memenuhi pasar dengan waktu paling lama 3 (tiga) bulan, berdasarkan catatan rata-rata penjualan per bulan dalam kondisi normal.

“Jika ada motif mencari keuntungan pada saat terjadi kelangkaan serta menyimpan melebihi 3 bulan rata-rata penjualan plus satu, maka akan kami tindak tegas dengan tindak pidana,” tutur Helmy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement