Senin 21 Mar 2022 19:28 WIB

Kepala BIN Yakin Pasokan dan Harga Minyak Goreng Segera Normal

Pengawasan yang baik dan penegakan hukum yang tegas akan mengurangi kisruh migor

Rep: rizkian adiyudha/ Red: Hiru Muhammad
Sejumlah warga antre untuk membeli minyak goreng curah saat digelar operasi pasar di Pasar Induk Rau Serang, Banten, Senin (21/3/2022). Operasi pasar minyak goreng curah yang digelar Pemda setempat bekerja sama dengan pihak distributor itu menyalurkan lima ton minyak goreng curah yang dijual seharga Rp13 ribu per liter.
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Sejumlah warga antre untuk membeli minyak goreng curah saat digelar operasi pasar di Pasar Induk Rau Serang, Banten, Senin (21/3/2022). Operasi pasar minyak goreng curah yang digelar Pemda setempat bekerja sama dengan pihak distributor itu menyalurkan lima ton minyak goreng curah yang dijual seharga Rp13 ribu per liter.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan yakin harga dan pasokan minyak goreng (migor) akan segera normal. Menurutnya, memang diperlukan waktu agar kebijakan baru yang diberlakukan pemerintah kali ini untuk membentuk harga wajar.

Jenderal Pol (Purn) itu melanjutkan, pemandangan antrean hilang beberapa hari sejak beleid baru tata-niaga minyak goreng diberlakukan. Ia mengakui antrian itu kini digantikan keluhan harga yang tinggi. Stok minyak goreng kemasan kini melimpah di pasar, namun dengan harga di kisaran Rp 19.000 - Rp 22.000 per liter.

Baca Juga

"Saat ini yang terjadi adalah turbulensi pasar dan akan menemukan keseimbangan setelah pasokan dan permintaan stabil berdasarkan realitas objektif komoditas dan kebutuhan masyarakat,” kata Budi Gunawan dalam keterangan, Senin (21/3).

Dia mengatakan, harga yang dikeluhkan tinggi saat ini tidak bisa dipersepsikan semata karena kebijakan pencabutan harga eceran tertinggi (HET) oleh pemrintah. Menurutnya, kenaikan harga minyak goreng telah terjadi jauh sebelumnya lantaran didorong mekanisme keekonomian komoditas di Tanah Air yang juga dipengaruhi kondisi umum industri minyak nabati dunia.

Budi mengungkapkan, ada masalah pada rantai pasokan karena pandemi Covid-19, perubahan cuaca yang menekan produksi, naiknya permintaaan karena kebutuhan biodiesel dan minyak nabati hingga konflik Rusia-Ukraina. Dia mengatakan, perang tersebut telah signifikan memangkas produksi.

Dia melanjutkan, saat kondisi itu coba dikendalikan dengan mekanisme HET melalui Permendang Nomor 06 Tahun 2022 pada Januari lalu, ternyata yang terjadi adalah distorsi pasar. Dia mengatakan, produsen memilih menahan produksi atau menjualnya ke luar negeri karena alasan kelayakan usaha sehingga membuat minyak goreng langka di dalam negeri.

"Pemerintah tidak mungkin membiarkan fenomena itu. Maka kebijakan koreksi diambil. HET minyak kemasan dicabut, tapi minyak curah untuk masyarakat bawah tetap dipastikan terjangkau dengan HET Rp 14.000 per liter," katanya.

Budi melanjutkan, pencabutan HET juga disertai kebijakan menaikkan pungutan ekspor kelapa sawit mentah dan produk turunannya. Aturan ini, selain akan menambah dana kelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk menyubsidi minyak goreng curah, juga akan membuat eksportir memilih menjual CPO di dalam negeri daripada ke luar.

Menurutnya, langkah ini akan turut mendorong keseimbangan harga dalam beberapa waktu ke depan. Dia mengatakan, pemerintah menarik keuntungan ekspor untuk didistribusikan dalam bentuk subsidi minyak curah untuk masyarakat bawah dan industri kecil-menengah.

Dia melanjutkan, kebijakan ini sebenarnya memotong insentif ekspor komoditi ini. Insentif yang terlalu besar ini yang mendistorsi pelaksanaan kebijakan sebelumnya. Menurutnya, dengan pengawasan yang baik dan penegakan hukum yang tegas bagi pelanggar, kebijakan baru ini bisa mengurai kisruh minyak goreng  di Tanah Air.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement