Kamis 24 Mar 2022 19:54 WIB

Invasi Rusia Ubah Ukraina dalam Empat Pekan

Rusia mencoba untuk kembali menggelar operasi serangan merebut kota-kota di Ukraina

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Pabrik metalurgi Azovstal terlihat di pinggiran kota Mariupol, Ukraina timur, Rabu, 23 Februari 2022.
Foto: AP Photo/Sergei Grits
Pabrik metalurgi Azovstal terlihat di pinggiran kota Mariupol, Ukraina timur, Rabu, 23 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Satu bulan yang lalu Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan invasinya ke Ukraina dan memperingatkan intervensi Barat dapat memicu balasan nuklir. Konflik ini dapat mengubah lanskap geopolitik internasional.

Walaupun Kremlin mengatakan invasi yang mereka sebut operasi militer khusus itu berjalan sesuai rencana. Namun, pasukan Rusia mengalami kemunduran dan masalah pasokan.

Moskow mengatakan, serangan mereka ke Ukraina tidak dirancang untuk menduduki wilayah tapi menghancurkan kapabilitas militer negara tetangganya dan menangkap orang-orang yang mereka sebut nasionalis berbahaya. Barat mengatakan, klaim Rusia tanpa dasar dan hanya alasan untuk menggelar serangan.

Mariupol merupakan kota yang paling terdampak serangan Rusia. Citra satelit komersial Maxar menunjukkan kehancuran di kota yang pernah dihuni lebih dari 400 ribu jiwa tersebut. Seorang ibu dua anak, Angelina mengatakan, ia kesulitan mendapatkan roti, popok, dan makanan bayi.

"Sekarang sulit untuk pergi dengan bus, kami berharap sejumlah orang yang mencoba keluar akan menurun dan lebih mudah untuk pergi," kata dia, Kamis (24/3).

Kepala staf angkatan darat Ukraina mengatakan, Rusia mencoba untuk kembali menggelar operasi serangan untuk merebut Kiev, Chernihiv, Sumy, Kharkiv dan Mariupol. Untuk mengurangi kekurangan pasokan, Moskow memindahkan unit baru ke dekat perbatasan Ukraina dan memanggil prajurit yang baru-baru ini bertugas di Suriah.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy berulang kali mengatakan siap bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengakhiri perang. "Kami siap untuk membahas syarat gencatan senjata, syarat perdamaian, tapi kami tidak siap untuk ultimatum," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement