Forum Parlemen Perempuan Pastikan Draf Resolusi IPU Ramah Gender

Forum Parlemen Perempuan mendorong agar para delegasi mendengar suara perempuan

Kamis , 24 Mar 2022, 10:37 WIB
Suasana Pembukaan IPU ke-144 di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Ahad (20/3).
Foto: Humas DPR
Suasana Pembukaan IPU ke-144 di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Ahad (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Pimpinan Parlemen Perempuan di Sidang Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-144, Irine Yusiana Roba Putri, memastikan draf resolusi yang akan disepakati di Sidang Majelis IPU ke-144 hari ini ramah gender. Irine mengatakan dua draf resolusi yang diusulkan forum parlemen perempuan diadopsi oleh Komite Perdamaian dan Keamanan Internasional, serta Komite Pembangunan Berkelanjutan, Keuangan, dan Perdagangan IPU.

"Saya berharap (usulan) diadopsi oleh Sidang Majelis nanti," kata Irine dalam laporannya di sesi ke-33 Forum Parlemen Perempuan IPU di Nusa Dua, Bali, Kamis (24/3).

Anggota Komisi I DPR RI itu menyebutkan di tengah suasana konflik, Forum Parlemen Perempuan mendorong agar para delegasi mendengar suara perempuan serta memperhatikan kebutuhan perempuan dan kelompok rentan lainnya. Selain itu kasus kekerasan karena gender dan kekerasan seksual terus meningkat di situasi konflik, penggusuran, dan pengungsian. "Kami sepakat suara korban kekerasan harus didengar dan hak-hak mereka harus dipenuhi," ujarnya.

Selain itu Forum Parlemen Perempuan IPU meminta kebijakan dan sumber daya yang dibuat parlemen mendorong penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di sektor pendidikan, serta untuk memberdayakan perempuan dan anak-anak perempuan. Kemudian Forum Parlemen Perempuan juga mengusulkan agar perempuan dilibatkan secara berimbang dalam resolusi konflik Rusia dan Ukraina.

Komite khusus di dalam draf resolusinya juga menyetujui salah satu usulan Indonesia yaitu pembentukan satuan tugas. Irine mengatakan bahwa  Forum Parlemen Perempuan mendesak satuan tugas itu harus terdiri atas 50 persen perempuan.

"Tidak ada resolusi konflik dan tidak ada perdamaian abadi tanpa keterlibatan perempuan di garis depan," tegasnya.