Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Guru Belajar

Kepala MAN 1 Sleman: Jadikanlah Sabar dan Salat sebagai Obat

Agama | Sunday, 27 Mar 2022, 20:55 WIB
Foto dokpri

Musibah (pandemi) yang melanda bumi nusantara ini, ‘memaksa’ umat manusia untuk dapat bersabar, menahan diri, sembari tetap berdo’a, berusaha dan tentu saja berikhtiyar melakukan upaya ‘pengobatan’ agar pandemi ini segera berakhir. Inti kajian tafsir Al Jalalain yang disampaikan Drs.H.Soir,M.S.I, kepala madrasah (Kamad) di asrama Al Uswah MAN 1 Sleman, Jumat (25/3/2022).

Menurut kamad sebagai umat muslim, penghuni mayoritas jagat nusantara ini, memiliki tuntunan untuk menghadapi musibah, hal yang diajarkan oleh al-Qur’an adalah tetap bersabar dan melaksanakan shalat. “Bermohon pertolonganlah kalian dengan ‘perantara’ sabar dan salat, walau itu memamng berat dirasa, kecuali orang yang khusyu’”. (al-Baqarah : 45). “Sabar berarti tetap menahan diri dalam menghadapi situasi dan kondisi tertentu, baik menyenagkan maupaun tidak menyenangkan, untuk meraih sesuatu yang baik bahkan lebih baik. Sabar diorientasi kepada persoalan dunia, ketika mendapat musibah, maka kesabaran menghadapinya dengan tetap berikhtiyar lahir batin, untuk mencari jalan keluar yang baik bahkan lebih baik,” papar kamad

Sedangkan salat, sebagai ibadah yang mengandung unsur do’a dan gerakan, diorientasikan sebagai perwujudan komunikasi antara hamba dengan Allah. Sehingga perpaduan antara usaha duniawai (sabar) dan usaha ukhrowi (shalat) menjadi bukti nyata atas kesungguhan usaha dan penghambaan diri kepada sang Khaliq. “ Tentu pelaksanaan ibadah shalat juga harus dilaksanakan dengan cara khusyu’, sebagai mana diisyaratkan oleh al-Qur’an. Lalu siapakah orang-orang yang khusyu’ itu?, al-Jalalain menafsiri sebagai orang yang konsisten dalam menjaga ketaatan kepada Allah. Sementara ayat berikutnya memberikan gambaran bahwa al-Khasyi’un adalah ‘orang yang yakin akan pertemuan dengan Tuhannya pada hari kebangkitan, sekaligus mereka akan kembali kepada-Nya,” lanjut kamad mengutip QS:al-Baqarah : 46

“Perjumpaan dengan Allah di hari kemudian, sangat memungkinkan pelaksanaan ibadah shalat menjadi khusyu’, setidaknya ketika kita melaksanakan shalat, dan berorientasi ‘lillahi ta’ala’, maka seluruh aktifitas di dalamya terkondisikan untuk fokus menuju kepada Allah. Tutunan ini bukan sekadar serimonial, basa-basi, atau hanya menggugurkan kewajiban saja, akan tetapi harus betul-betul dilaksanakan dengan tata cara dan aturan yang digariskan oleh agama, baik al-Qur’an maupun al-Hadis,”tambahnya.

Kamad juga menjelaskan bahwa Al-Jalalain memberikan penjelasan tambahan: ‘shalatlah beserta orang-orang yang shalat, yakni Nabi Muhammad dan Shabatnya’. redaksi ini mengisyaratkan bahwa mekanisme gerakan shalat harus mengacu kepada bagaimana Rasul dan opra shabatnya melakukan shalat. Dalam hadis dikatakan “Shallu Kama Roaitumuni Ushali” shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat. Sedangkan Pelaksanaan ibadah shalat, baik bacaan maupun gerakannya, harus mencontoh Nabi dan para shahabatnya, sehingga tidak boleh ada bacaan atau (terutama) gerakan selain yang dicontohkan.

Termasuk didalmnya adalah ritme, kecepatan dan kelambanan shalat Nabi, misalnya Nabi ketika menjadi Imam shalat, selalu ‘mempercepat shalat’, karena berbagai pertimbangan antara lain; sebagai imam Dia harus mengetahui ma’mumnya, yang nota bene terdiri dari berbagai kalangan usia, beraneka ragam ‘penyandang’ penyakit, yang bilamana pelaksanaan shalat itu lama, maka mereka merasa keberatan. Akan tetapi ketika shalat menyendiri (munfarid; semisal tahajjud), maka shalat Nabi begitu lama dan panjang.

Mengakhiri kajiannya ia mengajak peserta untuk senantiasa tetap setia menjadi pengikut baginda Nabi Muhammad Shalalahu ‘Alaihi Wasalam. “ Sehingga mendapat predikat khosyi’un. Wallahu ‘Alam Bimuradihi.” tutup Kamad.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image