Selasa 29 Mar 2022 18:53 WIB

RUU TPKS akan Muat Parameter Pelecehan Seksual Nonfisik

Kejagung akan susun parameter pelecehan seksual nonfisik yang termasuk delik aduan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi. Rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) akan mengatur pelecehan seksual nonfisik.
Foto: Pixabay
Ilustrasi. Rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) akan mengatur pelecehan seksual nonfisik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) akan mengatur pelecehan seksual nonfisik. Dalam Pasal 5, pelaku dapat pidana penjara paling lama sembilan bulan dan/atau denda paling banyak Rp 10 juta.

"Setiap orang yang melakukan pelecehan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi yang merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas, cara hidup, dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan nonfisik dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10 juta," tulis dalam draf RUU TPKS.

Baca Juga

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan bahwa mens rea dilihat dua hal, yakni kealpaan dan kesengajaan. Diksi 'cara hidup' dalam Pasal 5, dimaksudkan agar untuk melindungi pihak-pihak yang bekerja dengan menampilkan tubuhnya.

"Jadi cara hidup itu adalah keseharian, mohon maaf misalnya dengan bagaimana dandanan penyanyi dangdut yang kelihatan, itu bukan menjustifikasi untuk melakukan pelecehan seksual secara verbal," ujar pria yang akrab disapa Eddy itu dalam rapat RUU TPKS dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (29/3/2022).

"Kalau kita melihat konteks pelecehan seksual nonfisik kita lihat adalah pelecehan secara verbal. Sebab kalau di luar itu dikategorikan sebagai pelecehan seksual fisik, itu kira-kira kita menambah (diksi) cara hidup, mungkin nanti supaya tidak menimbulkan multi interpretasi," sambungnya.

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) yang tergabung gugus tugas percepatan RUU TPKS akan membentuk parameter terkait pelecehan seksual tersebut. "Membuat parameter yang subjektif menjadi objektif, terkait kesalahan mens rea. Sama seperti penghinaan organ intimnya dikatakan berbau ikan asin, itu juga merendahkan, ada kesengajaan atau kesalahan," ujar perwakilan Kejagung.

Ia menjelaskan, pelecehan seksual nonfisik merupakan sesuatu yang subjektif. Karenanya, perlu ada parameter yang jelas menyatakan bahwa sebuah pernyataan mengandung unsur pelecehan seksual verbal atau tidak.

"Bagaimana tolak ukurnya kita menilai apakah perkara remeh-remeh akan diproses? kita tentunya harus melihat ada tidaknya mens rea unsur kesalahan sebagai dasar untuk mempertanggungjawabkan si pelaku," ujar perwakilan Kejagung tersebut.

Baca juga: Arab Saudi Larang Haji dan Umroh untuk Wanita di Bawah 45 Tahun tanpa Mahram

Delik aduan

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan bahwa pelecehan seksual nonfisik atau verbal merupakan sesuatu yang sumir. Karena itu, RUU TPKS mengatur bahwa pelaku dapat dipidana dengan delik aduan.

"Itu juga prosesnya ketika yang bersangkutan menerima materi muatan yang tidak berkenan, lalu kemudian dilaporkan. Jadi batasannya adalah sejauh apa yang bersangkutan memberikan laporan," ujar Willy di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/3/2022).

Baleg melihat bahwa Indonesia adalah masyarakat guyub yang membuat mereka kerap melontarkan candaan terhadap fisik seseorang. Hal tersebutlah yang membuat delik aduan dimasukkan dalam RUU TPKS agar korban yang terlecehkanlah yang melapor.

"Masyarakat kita kan masyarakat yang guyub, masyarakat yang guyub itu kan biasanya candaannya, omongannya itu nyerempet-nyerempetlah. Maka kemudian kita beri batasan sejauh itu basisnya adalah laporan," ujar Willy.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Usia Pensiun TNI

Panitia kerja (Panja) RUU TPKS akan menggelar rapat intensif pada Rabu (30/3). Tujuannya agar payung hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual itu dapat diselesaikan pembahasannya pada 5 April mendatang.

"Masa sidang ini pendek ya, sebelum masa sidang penutupan sudah selesai lah, sudah diambil keputusan baik di Baleg dan di paripurna," ujar Ketua Panja RUU TPKS itu.

Daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TPKS dari pemerintah berjumlah 588, terdiri dari 167 pasal tetap, 68 redaksional, 31 reposisi, 202 substansi, dan 120 substansi baru. Keseluruhan DIM ini terangkum di dalam 12 bab dan 81 pasal.

Dalam draf RUU dari DPR memuat lima jenis kekerasan yakni; pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual nonfisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, dan penyiksaan seksual. Adapun, pemerintah menambahkan pasal perbudakan seksual dan perkawinan paksa. 

photo
Ilustrasi. Aksi memperingati Hari Perempuan Internasional itu menuntut pemerintah untuk mewujudkan sistem perlindungan sosial yang tidak diskriminatif dan segera mengesahkan RUU TPKS yang pro terhadap korban kekerasan. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement