Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anjar Miska Prayoga

Guru Masa Kini, Adaptif, Kreatif, dan Bertindak Cerdas.

Guru Menulis | Wednesday, 30 Mar 2022, 23:06 WIB
Guru mengenalkan metode pengajaran melalui Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) kepada siswa siswi Sekolah Dasar Negeri 1 Jatikulon, Kudus, Jawa Tengah.Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto

Robin Sharma Sang penulis buku seri terkenal The Monk Who Shold His Ferrari pernah berujar, “berubah memang berat pada awalnya, kacau di tengah-tengahnya, dan sangat indah pada akhirnya.” Perubahan menjadi sebuah keniscayaan dalam kehidupan, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Kini, kompetensi abad 21 mulai digaungkan, membawa paradigma baru pendidikan. Guru-guru tak boleh berhenti belajar, jika tidak ingin “termakan” zaman. Sejatinya para guru sudah begitu mengenal riwayat yang masyhur dikutip di dunia pendidikan, “tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat.”

Kita dapat menyimak perubahan dalam dunia pendidikan tanah air melalui buku. Buku lawas berjudul Menudju Pendidikan dan Pembangunan Masjarakat, terbitan Djawatan Pendidikan Masjarakat Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, 1953 pada halaman 28 tertulis,“Perhatian pemerintah kita dari sehari kesehari bertambah terus hingga telah mempunjai niat untuk menggerakkan usaha pemberantasan buta huruf ini setjara besar-besaran. Hal ini ditindjau oleh pemerintah kita disamping dari sudut ilmu pendidikan, djuga dari sudut politik didalam berusaha mempopulerkan bangsa dan negara didunia internasional.” Dari buku itu kita tahu Bung Karno punya misi agung maha berat, yaitu mengentaskan jutaan warga Indonesia pada saat itu terlepas dari buta huruf atau dengan kata lain bisa membaca dan menulis.

Berbeda lagi dengan era orde baru besutan Presiden RI kedua, Soeharto, pada era ini program Wajib Belajar begitu tersohor. Dimulai tepat pada Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 1984 atau hampir 38 tahun yang lalu program ini dicanangkan mula – mula dengan wajib belajar enam tahun (lulus SD). Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1994 meningkat menjadi wajib belajar sembilan tahun (lulus SMP). Bahkan pada tahun 2015, Pemerintah masih mencanangkan program wajib belajar ini dengan program wajib belajar 12 tahun(lulus SMA/sederajat). Sungguh sebuah program yang sangat monumental dari era orde baru.

Perubahan terus berlanjut di dunia pendidikan, Presiden Jokowi dengan Nawacita memberi amanat pendidikan dengan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Penguatan pendidikan karakter di sekolah bertujuan agar dapat menumbuhkan karakter siswa untuk dapat berpikir kritis, kreatif, mampu berkomunikasi, dan berkolaborasi, yang mampu bersaing di abad 21. Hal itu sesuai dengan empat kompetensi yang harus dimiliki siswa di abad 21 yang disebut 4C, yaitu Critical Thinking and Problem Solving, Creativity , Communication Skills, dan Ability to Work Collaboratively.

Tantangan yang dihadapi guru abad 21 semakin berat, berbeda dengan era sebelumnya. Guru berhadapan dengan siswa yang jauh lebih beragam, materi ajar yang lebih kompleks, standar pembelajaran yang lebih tinggi, dan juga tuntutan capaian level kemampuan berpikir siswa yang makin tinggi maka dibutuhkan guru yang dapat bersaing tidak hanya soal kepandaian, tetapi juga level kreativitas dan kecerdasan bertindak.

Misalnya dalam aspek kreativitas, kemampuan guru benar-benar diuji selama pembelajaran di era pandemi ini. Bagaimana tidak? Pembelajaran klasikal dengan tatap muka berubah drastis dengan Pembelajaran Jarak Jauh menatap layar gawai. Namun, bagi guru masa kini, mengeluh bukanlah solusi. Dengan kreativitasnya guru tetap mampu mendesain pembelajaran dalam jaringan dengan bagus. Dari sini guru mulai mengenal google classroom beserta layanan adds on-nya, layanan pertemuan virtual via google meet atau zoom meet, layanan membuat penilaian dengan platform yang menarik, bahkan mendesain diskusi virtual dengan breakout rooms misalnya.

Guru masa kini tak melulu soal pandai, tetapi juga peduli. Disinilah makna kecerdasan bertindak itu. Tentang transfer pengetahuan mestinya sudah tak jadi soal untuk guru masa kini. Pembelajaran abad 21 menuntut kepedulian guru, pembelajaran mestinya sudah berubah orientasi mulai mengarah ke student centred, bagaimana guru laiknya seorang teman kepada siswa, namun tanpa mengurangi kewibawaannya. Guru setulus hati melayani siswa dengan pelbagai macam gaya belajarnya. Mendiagnosis kebutuhan siswa dengan tepat, mendesain pembelajaran yang dapat diterima semua siswa.

Di mata guru (harusnya) tidak ada siswa yang bodoh. Guru membeda-bedakan kemampuan siswa, itu cerita lawas yang sepatutnya sudah usang. Sejalan dengan amanat UU dikatakan jika tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU No.14 Th 2005 tentang Guru dan Dosen). Semua siswa memiliki potensi, guru masa kini adalah guru yang dapat menjadi pendamping terbaik siswa dalam melejitkan potensinya dalam berbagai aspek yang positif.

Perubahan juga berlaku dalam gaya mengajar, tidak ada lagi istilah guru galak, yang muncul adalah guru komunikatif. Belum lama ini kita tahu sosok viral bernama Pak Ribut, guru sebuah SD dari Kabupaten Lumajang yang mampu menjelaskan materi tentang kaum Sodom yang notabene materi “berat” dengan mengasyikkan, interaktif, lucu, namun tetap komunikatif. Guru mengajar siswa layaknya majikan dengan suruhan adalah metode kuno, untuk siswa milenial sekarang ini guru tipe seperti ini alih-alih dihormati, justru malah ditakuti bahkan ditinggalkan.

Laku guru di tanah air, apalagi yang masih berstatus honorer konon memang tak semulus jalan tol Trans Jawa, hidup berkecukupan sudah hal yang patut disyukuri. Selain mengajar juga masih nyambi pekerjaan sana sini. Tapi, sekali lagi, guru masa kini yang adaptif akan dapat melihat peluang. Konon Pak Ribut disebut masih berstatus honorer, selain mengajar juga mengelola sanggar tari. Pak Ribut jenius, gaya mengajarnya ia rekam, lalu viral, masyarakat menyukainya, namanya menasional kemungkinan turut diikuti dengan jalan rezekinya.

Republika pernah menerbitkan artikel tentang perjalanan seorang guru ikhlas, artikel bertiti mangsa 15 April 2011 ini memuat kisah seorang guru bernama Firman, ST, yang ketika artikel itu dimuat mengabdi sebagai guru di SMKN 1 Pebayuran Bekasi. Firman menceritakan kisahnya yang harus menerima mendapatkan amanat sebagai wali kelas di kelas yang “berat”. Namun berkat keikhlasannya, membuka pintu rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka seperti pengakuannya, “Saya sekarang menjadi tahu bahwa dengan mengajar lillahita’ala, akan membawa rezeki yang tak di duga-duga. Walaupun kehidupan itu berat untuk kita lakukan. Pantang menyerah.”

Begitulah seharusnya guru masa kini menyematkan lakon, ialah sosok guru yang pantang untuk mengeluh dan menyerah. Tak terbebani dengan status apakah guru PNS, PPPK, Honorer Daerah, Guru Tidak Tetap, Guru Tetap Yayasan. Tuhan Yang Maha Kuasa pastinya akan membalas sesiapa saja guru yang amanah pada profesinya. Pada akhirnya dunia pendidikan adalah ruang yang dinamis. Guru pasif akan habis terkikis zaman. Sementara guru masa kini ialah yang adaptif terhadap zaman, kreatif, dan bertindak cerdas. Ternyata belajar itu memang sepanjang hayat, dari buaian hingga liang lahat.

Daftar pustaka :

Konferensi Keliling. (1953). Menudju Pendidikan dan Pembangunan Masjarakat. Djakarta: Djawatan Pendidikan Masjarakat Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan

Sharma, Robin S. (2006). The Monk Who Sold His Ferrari : A Fable About Fulfilling Your Dreams And Reaching Your Destiny. Mumbai, Agartha road, India: Jaico Pub. House.

BP PAUD & DIKMAS Lampung. 2020. "Kompetensi Guru Abad 21 Sebagai Tuntutan Generasi Z", https://bppauddikmaslampung.kemdikbud.go.id/berita/read/kompetensi-guru-abad-21-sebagai-tuntutan-generasi-z, diakses pada 30 Maret 2022 pukul 17.30

Firman, ST. 2011."Ikhlas Mengajar Hasilkan Bisnis Batik", https://www.republika.co.id/berita/ljjj3d/ikhlas-mengajar-hasilkan-bisnis-batik, diakses pada 30 Maret 2022 pukul 19.00

Heri Kuswara. 2018. " Menjadi Guru Kreatif di Era Global", Sumber: https://www.nu.or.id/opini/menjadi-guru-kreatif-di-era-global-0si3O, diakses pada 30 Maret 2022 pukul 18.30

Petrik Matanasi. 2019. " 2 Mei 1984 Ini Ibu Budi: Mengenang Lahirnya Program Wajib Belajar", https://tirto.id/ini-ibu-budi-mengenang-lahirnya-program-wajib-belajar-dngo, diakses pada 30 Maret 2022 pukul 17.15

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image