Jumat 01 Apr 2022 18:05 WIB

Anggota Baleg Usul Hak Korban Kekerasan Seksual Blokir Konten Asusilanya

Ada sejumlah mekanisme yang perlu dipikirkan dalam penerapan penghapusan konten.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi. Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mengusulkan adanya hak korban kekerasan seksual untuk memblokir konten asusilanya yang diatur dalam rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Foto: republika/mgrol100
Ilustrasi. Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mengusulkan adanya hak korban kekerasan seksual untuk memblokir konten asusilanya yang diatur dalam rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mengusulkan adanya hak korban kekerasan seksual untuk memblokir konten asusilanya yang diatur dalam rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Tujuannya untuk mencegah konten tersebut tersebar luas di publik.

"Hak atas penghapusan konten bernuansa seksual bagi korban kekerasan seksual berbasis elektronik," ujar Taufik dalam rapat pembahasan RUU TPKS dengan pemerintah, Jumat (1/4/2022).

Baca Juga

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengaku setuju dengan usulan tersebut. Namun, Kemenkumham menampung usulan tersebut terlebih dahulu mengingat adanya sejumlah mekanisme yang perlu dipikirkan dalam penerapannya.

"Karena kan tidak serta merta pemerintah atau pengadilan itu tahu setiap perkara yang mulai berjalan. Jadi kalau untuk hak (blokir konten) oke kami sepakat, cuma perlu dipikirkan bahwa dia harus mengajukan, iya, mekanisme," ujar Eddy.

Sebab, Eddy menjelaskan, dokumen atau informasi elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam kasus kekerasan seksual. Namun, alat bukti itu tidak boleh bertambah atau berkurang.

"Lalu bagaimana how to prove? Prinsip barang bukti itu kan tidak boleh berkurang, tidak boleh bertambah. Kalau konten pornografi itu dihapus, gimana buktikan?" ujar Eddy.

Ia juga menjelaskan, salinan konten pornografi tidak bisa dikatakan sebagai barang bukti. Sebab, konten tersebut adalah material evidence dan Pasal 38 berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan bahwa jaksa adalah pihak yang melakukan pengawasan terhadap multimedia.

Pasal 39 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai barang bukti yang dapat disita menyebutkan, benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana; benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; dan benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

"Copy itu bukan barang bukti, material evidence. Ini kita berbenturan," ujar Eddy.

Sebelumnya pada rapat pembahasan RUU TPKS pada Kamis (31/3/2022), RUU TPKS mengatur ihwal jaksa yang dapat mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri untuk memerintahkan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menghapus informasi atau dokumen elektronik yang melanggar kesusilaan terkait korban kekerasan seksual. Hal tersebut diatur dalam Pasal 38 draf RUU TPKS.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sondang Tiar Debora Tampubolon mengusulkan agar penghapusan konten pornografi agar tak menunggu putusan pengadilan. Sebab, hal tersebut dapat memengaruhi psikologi dari korban kekerasan seksual.

"Jadi kalau jaksa sudah mengirim surat kepada Kominfo untuk men-take down segala sesuatu yang terkait dengan korban kekerasan seksual dapat segera dilakukan," ujar Sondang dalam rapat pembahasan RUU TPKS bersama pemerintah, Kamis (31/3/2022).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement