Ahad 03 Apr 2022 22:44 WIB

Ekonom Minta Pemerintah Jaga Daya Beli Masyarakat

Daya beli perlu dijaga untuk menghindari kehilangan momentum pemulihan ekonomi.

Red: Indira Rezkisari
Pedagang sayuran melayani pembeli di Pasar Larangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (2/4/2022). Kebutuhan pokok seperti ayam, daging, dan sayuran mengalami kenaikan harga akibat meningkatnya jumlah permintaan masyarakat menjelang bulan Ramadhan 1443 Hijriah.
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Pedagang sayuran melayani pembeli di Pasar Larangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (2/4/2022). Kebutuhan pokok seperti ayam, daging, dan sayuran mengalami kenaikan harga akibat meningkatnya jumlah permintaan masyarakat menjelang bulan Ramadhan 1443 Hijriah.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Ekonom dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D mengatakan pemerintah harus dapat menjaga daya beli masyarakat guna menghindari kehilangan momentum pemulihan ekonomi yang tumbuh positif sejak tahun 2021. "Menjaga daya beli masyarakat saat ini sangat penting agar pemulihan ekonomi dapat terjadi sesuai harapan, sehingga bisnis dan industri kembali berjalan serta terjadi pembukaan lapangan kerja," kata dia, Ahad (3/4/2022).

Muttaqin menyebut 53 persen lebih perekonomian nasional ditopang oleh konsumsi masyarakat. Jika penguatan daya beli melambat karena faktor kenaikan harga-harga sembako dan harga bahan bakar minyak (BBM), maka itu menjadi pukulan bagi masyarakat, sehingga kondisi inilah yang harus diwaspadai dan diantisipasi pemerintah.

Baca Juga

Untuk dapat mengembalikan konsumsi masyarakat seperti keadaan sebelum pandemi, kata dia, pertumbuhannya mesti diangkat dari 2 persen pada tahun 2021 ke atas 5 persen. Untuk itu, ujar dia, sangat penting bagi pemerintah menjaga stabilitas harga komoditi bahan pokok dan BBM pada tingkat yang terjangkau, mengatur tata niaga pasar yang bermasalah seperti struktur pasar minyak goreng yang dikuasai kartel, serta menjaga kelancaran distribusinya dari persoalan teknis hingga masalah penimbunan.

Muttaqin memaparkan langkah penting lainnya yang perlu dilakukan pemerintah menyiapkan program bantuan langsung tunai (BLT) untuk rumah tangga dan usaha mikro dan kecil (UMK) sebagaimana pada masa pandemi. Program tersebut perlu dipersiapkan mengingat situasi global dalam ketidakpastian, melambungnya harga minyak dan gas, serta turunnya pasokan gandum sehingga dunia terancam inflasi.

Hal ini dapat menempatkan perekonomian global tahun 2022 lebih buruk dari kondisi 2021. "Adapun untuk komoditas yang harganya dikontrol oleh pemerintah melalui Pertamina, kita berharap pemerintah jangan menaikkan harga BBM jika negara masih mampu menanggung biaya subsidi," kata ekonom jebolan Universitas Birmingham Inggris itu.

Muttaqin mengatakan kini kemampuan pengelola negara diuji, apakah mengambil langkah mudah dengan begitu saja menaikkan harga BBM mengikuti perkembangan harga pasar dunia dengan konsekuensi ancaman inflasi, turunnya daya beli masyarakat, bertambahnya penduduk miskin dan naiknya biaya produksi. Ataukah mengambil pilihan menjaga tingkat harga BBM agar inflasi terkendali dan daya beli masyarakat terjaga, serta pemulihan ekonomi masih dapat berjalan, namun konsekuensinya defisit APBN akan semakin besar.

Diketahui memasuki bulan Ramadhan ini masyarakat tidak hanya menghadapi persoalaan kelangkaan dan naiknya harga sejumlah bahan kebutuhan pokok, khususnya minyak goreng, tetapi juga naiknya harga BBM. Mulai 1 April 2022 Pertamina menaikkan harga Pertamax dari Rp 9.000 sampai Rp 9.400 menjadi Rp 12.500 sampai Rp 13.000 per liter.  

Penyebab kenaikan harga Pertamax tersebut adalah melonjaknya harga minyak mentah di pasar global. Akibatnya harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) juga meningkat lebih dari 50 persen dari akhir tahun 2021 hingga Maret 2022.

Muttaqin menyatakan harga berbagai jenis BBM di Indonesia ke depannya juga berpotensi dinaikkan kembali. Hal ini karena tren harga minyak mentah di pasar dunia cenderung mengalami peningkatan didorong pemulihan ekonomi global dan eskalasi perang Rusia-Ukraina yang terjadi sejak Februari 2022.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement