Rabu 06 Apr 2022 00:04 WIB

Harga Meroket, Warga Yaman Kurangi Makanan Ramadhan

Perang Yaman telah mendorong jutaan orang ke dalam kelaparan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
Anak-anak menikmati makanan mereka saat sahur (ilustrasi).
Foto: AP Photo/Giovanna Dell'Orto
Anak-anak menikmati makanan mereka saat sahur (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SANA'A -- Seorang profesor di sebuah universitas di kota Aden, Yaman, Aqeel bin Thabet harus mengurangi makanannya selama Ramadhan sebagai imbas dari meroketnya harga-harga bahan makanan di negara tersebut. Biasanya ia membeli satu atau dua domba untuk dimakan selama satu bulan ramadhan.

Namun karena melonjaknya harga, ia hanya mampu membeli daging dari tukang daging sepekan sekali. Warga lain di kota seperti Intisan Ahmad yang berusia 50 tahun juga mengatakan, dia terpaksa tidak memakan daging dan makanan lain karena harga-harga makanan naik.

Baca Juga

Ia mengatakan, makanan apapun yang murah untuk mengisi perut. Menurutnya, harga 50 kilogram gula dan tepung putih di Aden telah melonjak 40 persen dalam waktu kurang dari sebulan.

Perang tujuh tahun Yaman telah membagi negara itu antara Houthi di utara dan pemerintah yang diakui secara internasional, yang sekarang berbasis di sekitar kota selatan Aden setelah dipaksa keluar dari ibu kota, Sanaa, oleh Houthi pada 2014. Perang telah mendorong jutaan orang ke dalam kelaparan dan mata uang jatuh hingga kekurangan bahan bakar.

Kesengsaraan ini menempatkan makanan dan barang-barang lainnya lebih jauh di luar jangkauan sebagian besar orang Yaman. Ramadhan memang menahan diri dari makanan dan minuman di siang hari dan merupakan tradisi bahwa umat Islam berbuka puasa dengan makanan besar setelah matahari terbenam.

"Ramadan tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, lonjakan harga yang gila-gilaan," kata Wael al-Sulwi di ibu kota Sanaa, tempat Houthi menggulingkan pemerintah pada 2014.

Begitupun akses ke bahan bakar semakin sulit di seluruh Yaman, namun terutama di daerah-daerah yang dikuasai Houthi karena blokade yang diberlakukan oleh koalisi pimpinan Saudi yang mendukung pemerintah melawan kelompok itu. Di Aden, riyal telah jatuh sekitar 20 persen terhadap dolar sejak Januari. Yaman memiliki dua bank sentral yang bersaing sehingga nilai riyal berbeda tergantung wilayahnya.

Profesor Thabet, yang memiliki lima anak, mengatakan gaji bulanannya dulu sama dengan 1.200 dolar AS beberapa tahun yang lalu, tetapi sekarang bernilai 250 dolar AS. "Apakah mereka ingin mendorong negara untuk menyelesaikan kelaparan, yang sekarang mengetuk pintu banyak keluarga yang nyaman," katanya dengan marah, mengkritik pemerintah dan pedagang.

Gencatan senjata dua bulan antara pihak-pihak yang bertikai yang dimulai pada Sabtu pekan lalu bertujuan untuk memberikan bantuan dengan mengizinkan pengiriman bahan bakar ke daerah-daerah Houthi. Tapi dampaknya belum terasa.

"Orang-orang sangat hancur, dan ada orang yang tidak bisa membeli kebutuhan pokok untuk bulan Ramadhan, dan ini adalah malapetaka," kata Ahmad Sumay, seorang profesor di Universitas Sanaa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement