Kamis 14 Apr 2022 11:23 WIB

Pakar: Jika Dugaan Fasilitas MotoGP Benar, Integritas Lili Sebagai Insan KPK 'Bisa Dibeli'

Lili diduga tak layak memegang nilai-nilai yang menjadi syarat komisioner KPK.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyampaikan pointers saat konferensi pers pengumuman dan penahanan tersangka di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Rabu (26/1/2022). KPK resmi menetapkan tiga tersangka dan melakukan penahanan terhadap dua tersangka yakni mantan Bupati Kabupaten Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa dan dari pihak swasta, Johny Rynhard Kasman terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji, gratifikasi dan TPPU terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku Tahun 2011-2016. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyampaikan pointers saat konferensi pers pengumuman dan penahanan tersangka di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Rabu (26/1/2022). KPK resmi menetapkan tiga tersangka dan melakukan penahanan terhadap dua tersangka yakni mantan Bupati Kabupaten Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa dan dari pihak swasta, Johny Rynhard Kasman terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji, gratifikasi dan TPPU terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku Tahun 2011-2016. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra mengkritisi Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Kali ini, Lili tersangkut dugaan penerimaan fasilitas berupa akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP Mandalika.

"Jika benar kejadian tersebut maka perilaku Lili Pintaulli Siregar menunjukkan keprihatinan karena ia telah berulang kali melakukan perbuatan penyimpangan jabatan yang menunjukkan integritasnya terbeli sebagai insan KPK dan perbuatanya tidak sesuai dengan aturan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK," kata Azmi di Jakarta, Kamis (14/4/2022).

Baca Juga

Azmi menyebut perbuatan Lili dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang tergolong tindak pidana. Sebab perbuatannya memenuhi unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, sarana terkait jabatan atau kedudukan serta berprilaku guna mendapatkan keuntungan materi pribadi.

"Jabatannya tersebut digunakan lebih condong pada tujuan individu dan kepentingan individu bukan demi kepentingan umum," ujar Azmi.

Azmi menegaskan perbuatan penyimpangan jabatan ini menimbulkan banyak kerugian, baik kerugian pada masyarakat maupun kerugian bagi pemerintah. Sebab jika hal tersebut benar, maka menunjukkan Lili tidak dapat mengendalikan dirinya dan tidak patuh dengan aturan.

"Karena ia harus menyadari seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai seorang komisioner KPK," ucap Azmi.

Oleh karena itu, Azmi mendorong Dewas KPK untuk segera memeriksa Lili. Bila hasil pemeriksaan menyatakan Lili terbukti menerima gratifikasi tersebut, maka harus ada hukuman tegas dan sanksi terberat.

"Karena perilakunya menunjukkan ia telah melanggar hukum dan perilakunya berubah dari  komisioner KPK yang seharusnya bersifat jujur kini menjadi komisioner KPK yang bersifat pragmatis materialistis," sebut Azmi.

Apalagi ini bukan kali pertama Lili berurusan dengan Dewas KPK. Sehingga menurutnya Lili sudah tidak layak memegang nilai-nilai yang sebenarnya menjadi syarat komisioner KPK.

"Bila pelaku melakukan kejahatannya yang berulang maka sanksi yang dikenakan kepada pelaku semestinya menjadi pertimbangan hal yang memberatkan bagi pelaku, sehingga Dewas dalam kasus ini dapat pula mengenakan sanksi penonaktifan termasuk pemberhentian sebagai komisioner KPK," tegas Azmi.

Baca juga : KPK Tunjuk Dua Desa di NTT Jadi Kandidat Percontohan Desa Antikorupsi

Lili diduga mendapatkan fasilitas menonton MotoGP mulai 18 hingga 20 Maret 2022 pada Grandstand Premium Zona A-Red. Selain itu, Lili juga diyakini mendapatkan fasilitas menginap di Amber Lombok Resort pada 16 Maret sampai 22 Maret 2022.

Ini bukan kali pertama Lili Pintauli Siregar berurusan dengan dugaan pelanggaran etik. Lili sebelumnya telah terbukti melanggar kode etik dan perilaku pegawai KPK dengan melakukan kontak kepada mantan wali kota Tanjungbalai, M Syahrial yang saat itu tengah berperkara di KPK. Dewas menilai Lili telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi.

Lili juga pernah dilaporkan ke Dewas terkait dugaan pelanggaran etik berkenaan dengan penanganan perkara di Labuhanbatu Utara Labura, Sumatra Utara. Namun, Dewas menegaskan tidak akan menindaklanjuti laporan ini karena mengaku tidak cukup bukti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement