Syawalan Transformatif untuk Mewujudkan Islam Secara Kaffah

Red: Fernan Rahadi

Ilustrasi Peradaban Islam
Ilustrasi Peradaban Islam | Foto: Foto : MgRol112

Oleh : Islamiyatur Rokhmah*

REPUBLIKA.CO.ID, Tradisi syawalan telah dilestarikan di semua lapisan masyarakat Indonesia. Budaya ini bagus untuk dikembangkan karena untuk menjalin kekuatan silaturahmi di antara umat islam sekalipun tradisi syawalan ini tidak akan ditemui di Tanah Suci Arab Saudi. Syawal berarti peningkatan setelah selama satu bulan umat islam ditempa dengan puasa di bulan Ramadhan. Bagaikan manusia yang lahir kembali ke muka bumi dengan kondisi fitrah atau suci pada bulan Syawal.

Pemaknaan Syawal terlahir kembali secara fitrah dan harapan adanya peningkatan amal ibadah sebelumnya adalah bagaimana kita mengimplementasikan Islam secara kaffah dan transformatif. Syawalan transformatif dapat diwujudkan dengan melakukan perubahan sosial secara progresif yakni seperti mencegah budaya klitih, pencegahan pernikahan dini, kekerasan terhadap perempuan seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), narkoba, melakukan pemberdayaan terhadap penyandang disabilitas, pencegahan stunting, pencegahan pernikahan dini, pencegahan sunat perempuan, pencegahan perdagangan anak dan perempuan, dan masih banyak lagi.  

Sebagaimanana Allah telah menyebutkan dalam QS Al-Baqarah (2): 133-134 mengingatkan manusia untuk bersegera (tergopoh-gopoh) dalam meraih beberapa hal yakni khususnya dua hal: Maghfirah (ampunan Allah) dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

Surga ini disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, yakni orang orang yang: Pertama, menginfakkan hartanya di jalan Allah (baik ketika senang maupun krisis dan susah. Kedua, mampu menahan amarahnya serta ketiga, memberi maaf kepada orang lain sebelum orang lain itu meminta maafnya.

Ketika penyakit sosial masyarakat seperti yang telah disebutkan di atas sudah tidak ada maka kondisi masyarakat akan tenang. Jika tidak ada kemarahan lagi, saling mencintai dan saling memaafkan, maka kedamaian di muka bumi ini akan terwujud.

Di sisi lain, QS Attin (17) ayat 4  menyebut: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan  manusia sebaik-baik makhluk". Maka setelah melampaui bulan Ramadhan kemudian masuk bulan Syawal yang mana manusia memasuki derajat fitrah.

Sebaliknya, jika mengisi bulan syawal dengan sama saja dengan sebelumnya atau justru dengan perbuatan yang lebih buruk dari bulan sebelumnya maka disebutkan pada QS Attin ayat 5: "Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)". Di sini Allah tidak akan segan-segan memasukkan makhluknya ke dalam api neraka. Maka hendaklah umat islam dalam mengisi bulan syawal dengan perbuatan baik, sebagaimana disebutkan dalam kelanjutan QS Attin tersebut yakni pada ayat 6: "Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya".

Oleh karena itu manusia sebagai makhluk yang terbaik dari ciptaan Allah hendaknya dapat mengisi bulan syawal dengan peningkatan amalan ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh, yakni dengan bertauhid Ilahiyah dan tauhid sosial.

Ketika manusia dapat mempertakanan fitrah atau kesucian ini Insya Allah akan mendapatkan maghfiroh dan ampunan dari Allah. Salah satu keberhasilan dalam mempertahankan fitrah adalah ber-amar ma’ruf nahi mungkar untuk mewujudkan good governance dan berislam secara kaffah dan transformatif.

 

*Kepala Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) Unisa Yogyakarta

Terkait


MUI: Aturan Halal Bihalal Jangan Terlalu Ketat Tapi Disiplin Prokes

Menyelamatkan Dunia dengan Puasa

Tantangan Mengelola Kampus Islam

Balon Udara yang Ditambatkan Semarakkan Syawalan di Wonosobo

Tingkatkan Daya Saing UMK, LPPOM MUI Gelar Festival Syawal

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark