Senin 25 Apr 2022 22:48 WIB

Muslimah Juga Dianjurkan Juga Beriktikaf di Masjid, Ini Landasan Sunnahnya

Itikaf juga dianjurkan untuk Muslimah yang tidak mempunyai udzur syari

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Muslimah itikaf. Itikaf juga dianjurkan untuk Muslimah yang tidak mempunyai udzur syari
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Ilustrasi Muslimah itikaf. Itikaf juga dianjurkan untuk Muslimah yang tidak mempunyai udzur syari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Itikaf di malam 10 terakhir Ramadhan tidak hanya disunnahkan bagi laki-laki saja, wanita jika memiliki kemampuan dianjurkan beritikaf di masjid dan mushala terdekat. Lalu sejak kapan wanita boleh beritikaf di masjid? Dan adakah landasan historis dan dalilnya? 

KH Jeje Zaenudin dalam bukunya “Seputar Masalah Puasa, Itikaf, Lailatul Qadar dan Lebaran”, menjelaskan istri-istri Nabi Muhammad SAW melanjutkan kebiasaan itikaf setelah beliau wafat. 

Baca Juga

Dan ini menjadi dalil bahwa syariat itikaf mencakup kaum laki-laki dan kaum wanita. Serta menunjukkan perintah memelihara dan melanjutkan kebiasaan ibadah sunnah yang utama. 

"Di antara kecintaan keluarga terhadap orang yang sudah meninggal ditunjukkan   dengan melanjutkan kebiasaan baik dari orang yang meninggal itu, baik itu orangtuanya ataupun suaminya," kata Kiai Jeje.  

عَنْ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ذَكَرَ أَنْ يَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ، فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ فَأَذِنَ لَهَا، وَسَأَلَتْ حَفْصَةُ عَائِشَةَ أَنْ تَسْتَأْذِنَ لَهَا فَفَعَلَتْ فَلَمَّا رَأَتْ ذَلِكَ زَيْنَبُ ابْنَةُ جَحْشٍ أَمَرَتْ بِبِنَاءٍ فَبُنِيَ لَهَا قَالَتْ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا صَلَّى انْصَرَفَ إِلَى بِنَائِهِ فَبَصُرَ بِالأَبْنِيَةِ فَقَالَ ‏"‏ مَا هَذَا ‏"‏‏.‏ قَالُوا بِنَاءُ عَائِشَةَ وَحَفْصَةَ وَزَيْنَبَ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ آلْبِرَّ أَرَدْنَ بِهَذَا مَا أَنَا بِمُعْتَكِفٍ ‏"‏‏.‏ فَرَجَعَ، فَلَمَّا أَفْطَرَ اعْتَكَفَ عَشْرًا مِنْ شَوَّالٍ

Dari Aisyah, semoga Allah ridha kepadanya, dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW bermaksud untuk itikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Aisyah meminta izin kepadanya untuk ikut beritikaf. Beliau mengizinkannya. Kemudian Hafshah meminta Aisyah agar memohonkan izin kepada Rasulullah baginya. Aisyahpun mengabulkannya. Ketika Zainab binti Jakhsy melihat hal itu, ida menyuruh seseorang untuk membuatkan bangunan (tenda) baginya. Adalah Rasulullah apabila selesai shalat (Subuh) beliau masuk ke tempat itikafnya. Maka beliau melihat ada beberapa bangunan (tenda itikaf) Beliau bertanya, “Apa ini?" Mereka mengatakan,“Itu bangunan (tenda tempat itikafnya) Aisyah, Hafshah, dan Zainab!". Rasulullah SAW bersabda "Apakah kebaikan yang kalian inginkan dengannya? Sungguh aku tidak akan jadi beritikaf!". Kemudian beliau pulang. Tatkala lebaran, Rasulullah itikaf sepuluh hari di bulan Syawal." (HR Bukhari-Muslim dan yang lainnya). 

KH Jeje menjelasan hadits di atas. Artinya bagi kaum wanita yang hendak melaksanakan itikaf hendaknya meminta izin kepada suaminya.

Tempat pelaksanaan itikaf Nabi  adalah di masjid, yaitu Masjid Nabawi. Demikian juga istri-istri Nabi, mereka melaksanakan itikaf di masjid jami bersama beliau. 

Rasulullah SAW memilih waktu itikafnya pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Ini menunjukkan keutamaan beribadah pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan melebihi hari-hari yang sebelumnya karena pada salah satu malam dari hari-hari tersebut terdapat peluang Lailatul Qadar yang penuh keberkahan.   

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement