Kamis 28 Apr 2022 05:22 WIB

Erupsi Gunung Anak Krakatau Dipastikan tak Ganggu Penerbangan

Sejauh ini tak ada rute penerbangan yang terdampak peningkatan aktivitas Krakatau

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Christiyaningsih
Aktivitas Gunung Anak Krakatau saat erupsi terlihat dari KRI Torani 860 di Perairan Selat Sunda, Lampung Selatan, Jumat (28/12). Sejauh ini tak ada rute penerbangan yang terdampak peningkatan aktivitas Krakatau. Ilustrasi.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Aktivitas Gunung Anak Krakatau saat erupsi terlihat dari KRI Torani 860 di Perairan Selat Sunda, Lampung Selatan, Jumat (28/12). Sejauh ini tak ada rute penerbangan yang terdampak peningkatan aktivitas Krakatau. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pascaterjadinya peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau level II (waspasa) menjadi Level III (siaga) pada 26 April 2022, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan kondisi itu tidak mengganggu penerbangan. Bandara terdekat masih beroperasi normal dan tidak ada rute penerbangan yang terdampak.

“Saat ini berdasarkan hasil pemantauan, tidak ada rute penerbangan dan bandara yang terdampak oleh erupsi Gunung Anak Krakatau, semua masih beroperasi secara normal,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanto, Rabu (27/4/2022) malam.

Baca Juga

Meskipun begitu, Novie mengatakan Kemenhub akan tetap melakukan pemantauan. Begitu juga dengan koordinasi bersama Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), dan Perum LPPNPI (AirNav Indonesia) untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan.

Dia menambahkan, saat ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub juga sudah memiliki sistem Integrated Webbased Aeronautical Information System Handling (I-Wish). Sistem tersebut merupakan media koordinasi dengan stakeholders penerbangan dalam mendeteksi secara dini dampak erupsi terhadap operasional penerbangan untuk mengantisipasi perkembangan pengaruh sebaran abu vulkanik akibat erupsi gunung berapi.

“Sistem ini merupakan sarana koordinasi bersama dalam pengambilan keputusan,” ujar Novie.

Khususnya mengenai keputusan terkait operasional penerbangan antar stakeholders. Hal tersebut berkaitan dengan penutupan atau tidak beroperasinya suatu bandara karena sebaran abu vulkanik akibat erupsi gunung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement