Kamis 28 Apr 2022 17:07 WIB

AS akan Kirim Bantuan Sebesar 200 Juta Dolar ke Tanduk Afrika

Dana itu untuk memenuhi kebutuhan yang disebabkan oleh kekeringan di Afrika.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Komunitas Ceel Dheere terlihat di Somaliland, wilayah semi-otonom Somalia, pada 14 Maret 2022. Diperkirakan 13 juta orang menghadapi kelaparan parah di Tanduk Afrika sebagai akibat dari kondisi kekeringan yang terus-menerus, menurut PBB.
Foto: Daniel Jukes/ActionAid via AP
Komunitas Ceel Dheere terlihat di Somaliland, wilayah semi-otonom Somalia, pada 14 Maret 2022. Diperkirakan 13 juta orang menghadapi kelaparan parah di Tanduk Afrika sebagai akibat dari kondisi kekeringan yang terus-menerus, menurut PBB.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Ned Price mengatakan Washington akan menggelontorkan 200 juta dolar AS untuk membantu Tanduk Afrika. Dana itu untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang disebabkan kekeringan dan konflik di kawasan tersebut, Kamis (28/4/2022).

Pada Rabu (27/4/2022) kemarin Kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) Martin Griffiths mengatakan hampir 2 juta anak-anak terancam kelaparan sampai meninggal dunia. Kawasan Tanduk Afrika mengalami kekeringan terparah dalam beberapa dekade terakhir.

Baca Juga

Sebagian Kenya, Ethiopia, dan Somalia menghadapi kekeringan terparah dalam 40 tahun lebih. Lembaga kemanusiaan PBB berusaha menghindari kelaparan satu dekade lalu yang menewaskan ratusan ribu orang.

Dalam konferensi pendonor yang digelar tertutup di Jenewa, Selasa (26/4/2022) Griffiths mengatakan organisasinya hanya memiliki sedikit dari 1,4 miliar dolar AS yang diperlukan untuk merespon kekeringan.

"Hari ini kami harus mengakui kenyataan pahit kami kembali berlomba melawan waktu untuk menghindari kehilangan nyawa skala besar pada 2021, dan kami tidak memiliki sumber daya untuk melakukannya," kata Griffiths dalam pidato yang disampaikan secara virtual.

"Kami harus bertindak sekarang agar tak menyesal, banyak nyawa yang tergantung," katanya.

Kawasan itu sudah gagal mengalami musim hujan untuk keempat kalinya. "(Mungkin akan menyebabkan) salah satu kedaruratan terburuk terkait iklim dalam sejarah," kata Griffiths.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement