Jumat 29 Apr 2022 02:10 WIB

Aktivis Palestina Tanggapi Sinis Janji Elon Musk tentang Kebebasan Berbicara di Twitter

Aktivis Palestina pertanyakan janji Elon Musk karena isu Palestina sensitif di medsos

Rep: Eva Rianti/ Red: Christiyaningsih
Aktivis Palestina pertanyakan janji Elon Musk karena isu Palestina sensitif di medsos. Ilustrasi.
Foto: EPA-EFE/BRITTA PEDERSEN
Aktivis Palestina pertanyakan janji Elon Musk karena isu Palestina sensitif di medsos. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH - Elon Musk telah mempromosikan dirinya sebagai juru kampanye ‘kebebasan berbicara’, jauh sebelum tawaran akuisisi Twitter senilai 44 miliar dolar AS diumumkan pada minggu ini. Namun, sejumlah aktivis menyatakan keraguannya pada konsep ‘kebebasan’ itu akan meluas ke wacana daring yang berkaitan dengan perjuangan Palestina, yang dinilai sering disensor di platform media sosial.

Kepala Eksekutif CEO Tesla dan SpaceX yang memiliki kekayaan sekitar 260 miliar dolar itu diketahui mencapai kesepakatan pada Senin lalu dan akan diselesaikan selama tiga hingga enam bulan lagi. Aktivis berpendapat, meskipun dia belum mengumumkan rencananya untuk platform tersebut, Musk dinilai telah membual tentang pentingnya kebebasan berbicara dan sering mengkritik kebijakan Twitter.

Baca Juga

Bagi para aktivis dan organisasi yang berjuang untuk mengakhiri pendudukan Israel atas wilayah Palestina, gagasan untuk mengunggah secara bebas tanpa takut disensor tampaknya terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Gerakan Pemuda Palestina (PYM), sebuah organisasi akar rumput, mengatakan mereka sering menghadapi ‘pembatasan bayangan’, istilah untuk praktik menyembunyikan konten pengguna tanpa memberi tahu pengguna itu.

Organisasi itu menyebut mereka memiliki beberapa unggahan yang dibatasi di media sosial. Anggota PYM Omar Zahzah mengatakan bahwa Musk membeli Twitter bukanlah hal yang patut dirayakan.

“Tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti apa arti Musk membeli Twitter bagi pidato anti-Zionis di platform tersebut. Namun saya pikir semua aktivis perlu waspada karena platform komunikasi publik yang terkonsentrasi di tangan satu individu bukanlah pertanda baik bagi kebebasan berbicara,” kata Zahzah, dilansir Middle East Eye, Kamis (28/4/2022).

“Semua penindasan yang dihadapi warga Palestina di seluruh platform media sosial telah terjadi karena kepentingan bisnis swasta yang mencekik pidato dan pertukaran politik. Alih-alih menjadi semacam penggerak demokrasi, media sosial telah menjadi lambang pembungkaman dan penindasan politik karena raksasa teknologi telah berkolaborasi dengan berbagai pemerintah yang menindas, termasuk pemerintah Israel, untuk menyensor dan menghapus konten yang mengekspos karakter opresif mereka yang sebenarnya,” lanjutnya tegas.

Meskipun masih belum jelas di mana posisi Musk dalam masalah Israel-Palestina, tapi tercatat pada 2018 ia melakukan perjalanan ke Israel dan bertemu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di kediaman pribadinya untuk membahas bagaimana membawa teknologi masa depan ke Israel. Demikian dilaporkan Business Insider.

Netanyahu kemudian berkata: "Saya bertemu dengan Elon Musk pagi ini. Dia memberi tahu saya bahwa Israel adalah kekuatan teknologi, dan dia menghargai apa yang kami lakukan di sini”.

Sensor

Ketika kekerasan meningkat di Yerusalem yang diduduki tahun lalu setelah penduduk dari lingkungan Sheikh Jarrah diancam akan diusir, banyak aktivis mengeluh unggahan mereka tentang situasi tersebut disensor. Akun Twitter penulis Palestina Mariam Barghouti, yang berada di lapangan melaporkan protes terhadap pengusiran warga Palestina dari rumah mereka di Yerusalem Timur, juga ditangguhkan sementara.

“Masalahnya bukan penangguhan akun saya, melainkan pertimbangan bahwa akun Palestina telah disensor secara umum, terutama beberapa minggu terakhir ini ketika kami mencoba untuk mendokumentasikan agresi Israel di lapangan,” kata Barghouti kepada Vice News.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement