Sabtu 30 Apr 2022 17:26 WIB

Pfizer: Obat Covid Paxlovid tak Ampuh Cegah Infeksi

Paxlovid digunakan untuk mengobati covid-19 yang berisiko tinggi.

Red: Dwi Murdaningsih
Pil paxlovid dari Pfizer diproduksi di Italia. Pfizer menyebut paxlovid dapat dapat menurunkan risiko perawatan di rumah sakit atau kematian pada hampir 90 persen pasien Covid-19 berisiko dewasa yang tak dirawat di rumah sakit.
Foto: EPA
Pil paxlovid dari Pfizer diproduksi di Italia. Pfizer menyebut paxlovid dapat dapat menurunkan risiko perawatan di rumah sakit atau kematian pada hampir 90 persen pasien Covid-19 berisiko dewasa yang tak dirawat di rumah sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Produsen vaksin Pfizer pada Jumat (29/4/2022) mengatakan dalam uji coba besar-besaran ditemukan bahwa obat oral antivirus COVID-19 buatannya, Paxlovid, tidak ampuh mencegah infeksi virus corona pada orang yang tinggal dengan pasien COVID. Pengujian itu melibatkan 3.000 orang dewasa yang merupakan anggota keluarga yang terpapar oleh seseorang yang mengalami gejala dan baru-baru ini dinyatakan positif COVID.

Partisipan diberikan Paxlovid selama 5-10 hari atau plasebo. Mereka yang masuk kelompok lima hari ditemukan 32 persen lebih kecil kemungkinannya terinfeksi dibanding kelompok plasebo.

Baca Juga

Angka itu naik menjadi 37 persen di kelompok 10 hari. Akan tetapi, hasil statistiknya tidak signifikan dan mungkin hanya kebetulan. Pfizer menyebutkan data keamanan dalam uji coba tersebut konsisten dengan riset sebelumnya, yang menunjukkan pil tersebut hampir 90 persen ampuh mencegah rawat inap atau kematian pada pasien COVID yang berisiko tinggi penyakit parah ketika mengonsumsi lima hari Paxlovid tak lama setelah muncul gejala.

"Meski kami kecewa dengan hasil riset khusus ini, hasil ini tidak berdampak besar pada efikasi dan data keamanan yang kami amati dalam uji coba kami sebelumnya untuk pengobatan pasien COVID-19," kata kepala eksekutif Pfizer Albert Bourla.

fizer mengatakan Paxlovid, yang terdiri atas dua antivirus yang berbeda, saat ini mengantongi izin bersyarat atau penggunaan darurat di lebih dari 60 negara di seluruh dunia untuk mengobati pasien COVID yang berisiko tinggi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement