Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HeryWibowo

Menyonsong Syawal dengan Semangat Kewirausahaan Sosial

Gaya Hidup | Tuesday, 03 May 2022, 14:04 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan dunia usaha memperkirakan perputaran uang selama libur Lebaran 2022/Idul Fitri 1443 H mencapai Rp 28 triliun hingga Rp 42 triliun dan diharapkan akan menggerakkan perekonomian daerah dan meningkatkan produktivitas berbagai sektor usaha. Artinyam ini adalah potensi keberkahan dan kebaikan bagi seluruh warga negara. Hal ini juga menunjukkan bahwa berkah Ramadhan meliputi hampir seluruh dimensi, bukan hanya dimensi spiritual dan individual, namun juga dimensi kolektif kenegaraan.

Secara lebih khusus, ini adalah bulan kemenangan bagi para pengusaha yang bisnis sudah berjalan, sekaligus momen yang tepat bagi seluruh lapisan warga negara untuk memulai usaha (menjadi pengusaha/pebisnis) serta menambah jumlah persentase warga negara yang berstatus wirausaha. Sehingga, pada tataran makro, kondisi ini selaras dengan semangat McClelland (1979) yang menyatakan bahwa kesuksesan sebuah negara ditentukan oleh jumlah wirausahanya. Isu dan Fenomena bahwa perdagangan adalah sumber rezeki yang baik bagi keluarga dan bahkan negara, juga sudah dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Sociopreneurship

Sociopreneurship merupakan bentuk praktik bisnis/wirausaha yang agak berbeda dengan yang lainnya. Alvord (2004) menjelaskan bahwa kewirausahaan sosial, sebagai sebuah konsep, dikembangkan dengan sedikit ‘keluar’ keluar dari keumuman, yaitu usaha penemuan solusi yang efektif dan berkelanjutan untuk penyelesaian masalah sosial, dimana solusi tersebut membutuhkan banyak elemen-elemen yang terkait dengan inovasi bisnis yang sukses. Dees, dkk (2001:17) menjelaskan wirausaha sosial sebagai seseorang yang inovatif, berorientasi pada peluang, giat mencari sumber daya, serta seorang pencipta nilai sosial. Maka sebagai sebuah praktik, sociopreneurship menawarkan kebaharuan dalam berpikir, yaitu (1) Berusaha tanpa merugikan pihak lain, (2) berbisnis dengan prinsip win-win, dan (3) Mendapatkan keuntungan melalui sebaran manfaat kepada banyak pihak. Atau dengan kata lain, sejauh ini dapat dikatakan bahwa sociopreneurship adalah model praktik ‘ideal’ dalam berbisnis, atau praktik yang disarankan ditempuh oleh seluruh pelaku usaha

Keseimbangan

Bulan Ramadhan, adalah momen terbaik untuk menyesuaikan visi usaha pelaku bisnis ke arah yang lebih bermanfaat bagi sosial. Seperti kita ketahui, usaha sociopreneurship memiliki dua tujuan yang seimbang, yaitu tujuan profit untuk usaha bisnisnya dan tujuan benefit untuk usaha sosialnya. Artinya, penghayatan aktivitas puasa ini, dapat menjadi momen untuk mengasah kembali rasa empati terhadap penderitaan orang lain. Visi bisnis/usaha yang awalnya hanya untuk menangguk keuntungan sebesar-besarnya, dapat mulai direvisi menjadi untuk manfaat sosial sebesar-besarnya. Penghayatan terhadap janji sang Pencipta, bahwa semakin banyak memberi maka rezeki justru akan bertambah, juga dapat menjadi sebuah pertimbangan khusus terkait pilihan model bisnis.

Sociopreneurship itu sendiri, adalah praktik yang mengusung nilai-nilai keadilan dalam praktik bisnis. Alih-alih menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan (seperti menggunakan boraks/formalin atau bahan berbahaya lainnya untuk menarik keuntungan bisnis kuliner), praktik sociopreneurship justru menguatkan visi berbagi dan bermanfaat sosial pada setia rupiah keuntungannya. Alih-alih merusak lingkungan melalui praktik yang kita jalankan, sociopreneurship justru mendorong pelestarian alam melalui kampanye sosialnya. Artinya, praktik ini tidak pelit untuk berbagi, dalam artinya tidak berpikir bahwa aktivitas berbagai akan mengurangi margin keuntungan usaha.

Kajian Nichols (2009) menunjukkan bahwa jumlah pelaku kewirausahaan sosial semakin banyak dan mendunia. Artinya, semakin banyak individu yang memilih total menggeluti model praktek ini. Maka, telah semakin terbuka paradigma baru bahwa kesuksesan bukan hanya terindikasi melalui jumlah profit, melainkan juga kualitas dan kuantitas benefit yang ditimbulkannya. Momentum Syawal ini, tentunya adalah saat yang untuk memulai banyak kebaikan, banyak rencana baru dan bahwa ragam aktivitas yang tertunda. Memulai kewirausahaan dengan visi sosial dan pemberdayaan, tentunya adalah yang sangat bak, mengingat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengingatkan kita semua bahwa salah satu ciri manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.

Pikiran Apresiatif

Ramadhan, mengajarkan kepada mereka yang berpuasa pikiran apresiatif. Aktivitas shaum mengajarkan kita untuk mensyukuri dan mengoptimalkan seluruh sisa energi dalam tubuh kita yang tidak mengkonsumsi makan siang. Alih-alih, menggerutu karena lapar, kita diajak untuk mengoptimalkan potensi laten tubuh yang masih memiliki cadangan energi untuk beraktivitas sampai dengan sore hari. Melalui penghayatan rasa lapar, aktivitas puasa mendorong kita untuk menambah rasa syukur karena masih jauh lebih beruntung dari sebagian masyarakat yang hampir setiap hari menahan lapar karena tidak punya uang.

Maka, pikiran ini selaras dengan pola pikir kewirausahaan sosial. Praktik sociopreneurship, mengajarkan kita untuk berfokus terhadap apa yang sudah ada di tangan dan bukan mengeluhkan apa yang belum ada. Pikiran apresiatif, mendorong penggunanya untuk mengoptimalkan apa yang ada, membesarkannya dan menyebarkan sebanyak mungkin manfaat sosial.

Pembangunan berkelanjutan

Sociopreneurship, layak disebut sebagai model bisnis masa depan di mana setiap negara harus memastikan pembangunan berkelanjutannya –yaitu aktivitas membangun yang menghitung dengan cermat sumber daya yang digunakan, dan tidak menyisakan sedikit bagi generasi selanjutnya. Praktik kewirausahaan sosial dalam hal ini praktik yang menolak penggunaan sumber daya berlebihan, perdagangan yang tidak adil, penghalalan segala cara untuk profit yang besar dan pemberdayaan anggota masyarakat sebagai bagian dari keberlanjutan usaha. Bukan hanya itu, sebagian praktik ini, lahir dari keinginan untuk membantu menyelesaikan beragam masalah sosial, mengembangkan potensi masyarakat sekaligus memenuhi kebutuhan yang belum sempat dipenuhi oleh pihak pemerintah.

Mentalitas pemenang

Ramadhan mengajak umat yang berpuasa untuk meraih kemenangan bersama, melalui proses penaklukan terhadap beragam tantangan yang tidak ringan. Puasa mengajarkan kita bahwa tidak ada kemenangan yang dapat diperoleh secara instan dan mudah. Praktik menahan lapar selama tiga puluh hari, mendorong kita untuk lebih menghargai dan mencintai proses langkah demi langkah.

Maka, inilah momen paling tepat untuk membangun usaha mandiri berkelanjutan. Segala terpaan mental ini, seyogianya dapat menjadi bekal yang sangat berharga untuk mengembangkan praktik kewirausahaan sosial. Melalui melalui praktik sociopreneurship, kita disadarkan bahwa sebuah kemenangan baru dapat diraih setelah menebarkan manfaat yang dirasakan bersama. Juara bersama, bukan saling menyikut untuk jumawa sendirian.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image