Ahad 08 May 2022 17:54 WIB

Alasan Mengapa Nabi SAW pun Ditegur Allah SWT

Rasulullah SAW pernah ditegur oleh Allah SWT dan diabadikan dalam Alquran.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Agung Sasongko
Rasulullah
Foto: wikipedia
Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rasulullah SAW merupakan sosok yang berakhlak paling mulia di muka bumi ini. Tindakan serta ucapan Nabi adalah teladan yang dapat diteladani hingga akhir zaman. Untuk itulah barangkali terdapat beberapa teguran dari Allah kepada beliau dalam bertutur laku di beberapa kesempatan.

Rasulullah SAW pernah ditegur oleh Allah SWT sebagaimana yang diabadikan di dalam Alquran. Teguran itu dilakukan sebagai tindak ucapan beliau yang dinilai Allah sebagai hal yang kurang wajar lahir dari seorang yang dijadikan teladan.

Baca Juga

Prof Quraish Shihab dalam buku Mukjizat Alquran mengatakan, teguran-teguran kepada Nabi Muhammad SAW yang ditemukan dalam Alquran ada yang keras dan tegas serta ada pula yang ringan lagi halus.

Salah satu contohnya adalah suatu ketika Nabi Muhammad SAW sedang berkumpul bersama pemuka-pemuka musyrik untuk menjelaskan ajaran Islam kepada mereka. Tiba-tiba dalam pertemuan itu masuk seorang buta, yakni Abdullah bin Ummi Maktum sambil bersuara keras.

Dia berbicara dengan suara keras kepada Nabi, “Muhammad, Muhammad, ajarkanlah aku sebagian yang diajarkan Tuhan kepadamu,”. Tentu saja, kedatangan dan suaranya yang lantang itu mengganggu Nabi yang sedang menghadapi tokoh-tokoh musyrik yang diharapkan keislamannya.

Melihat dan mendengar kedatangan Abdullah bin Ummi Maktum, muka Nabi menjadi kusut dan berpaling tidak menghiraukan kedatangannya. Sikap ini dinilai Allah SWT tidak wajar dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan karena itulah turun teguran Allah sebagaimana yang diabadikan dalam Alquran Surah Abasa ayat 1-12.

Yang artinya, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali dia ingin membersihkan diri (dari dosa) atau (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberikan manfaat baginya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada celaan atasmu apabila dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk memperoleh pengajaran), sedangkan dia takut (kepada Allah) maka engkau mengabaikannya. Sekali-kali jangan (berbuat demikian), sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan adalah suatu peringatan, maka siapa yang menghendaki tentulah dia memperhatikannya,”.

Contoh lainnya dari teguran Allah kepada Nabi adalah ketika terjadi saat perang Uhud. Puluhan sahabat Nabi gugur sedangkan Nabi sendiri terluka hingga giginya patah dan wajah beliau berlumuran darah.

Saat itu Nabi bersabda, “Kaifa yuflihu qaumun khadhabuu wajha nabiyyihim biddammi wa huwa yad’uhum ila sabili rabbihim,”. Yang artinya, “Bagaimana mungkin suatu kaum akan memperoleh kebahagiaan, sedangkan mereka melukai wajah Nabi mereka sehingga berlumuran darah, padahal dia mengajak mereka ke jalan Tuhan,”.

Dijelaskan, dalam kesempatan itu pula konon Nabi SAW bermohon kepada Allah SWT untuk mengutuk mereka. Ucapan Nabi ini kemudian ditegur dengan tegas dan keras oleh Allah melalui firman-Nya yang diabadikan dalam Surah Ali Imran ayat 128.

Allah berfirman, “Laisa laka minal-amri syai’un aw yatubu alaihim aw yuadzzibahum fa-innahum zhaalimun,”. Yang artinya, “Tidak ada sedikit pun kewenangan dalam urusan mereka. Allah mengampuni mereka atau menyiksa mereka karena sesungguhnya mereka itu orang yang berlaku aniaya,”.

Tentunya, teguran yang dilakukan Allah kepada Nabi ini dapat diambil hikmahnya. Apakah seseorang menduga bahwa teguran-teguran itu akan terdengar—apalagi diabadikan—jika ayat-ayat tersebut Nabi sendiri yang menyusunnya? Adakah seorang pemimpin yang rela kesalahan-kesalahannya dipaparkan bahkan diabadikan dalam catatan resmi? Pasti tidak ada. Namun di sini Alquran, menurut Prof Quraish, mengabadikan itu karena memang Alquran bukanlah karangan Nabi Muhammad SAW.

Imas Damayanti

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement