Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhtar Arifin

Mutiara Untuk dilestarikan Pasca Ramadhan

Agama | Wednesday, 11 May 2022, 04:38 WIB
Sumber gambar ilustrasi: JawaPos.com

Ramadhan yang syahdu telah berlalu. Kita telah berpisah dengan suasana yang demikian indah. Pasca Ramadhan ada sebelas bulan. Apa pesan yang disampaikan oleh ramadhan dalam rangka menyambut bulan yang lainnya?

Berikut ini penulis akan menyampaikan empat pesan yang tersimpan dari bulan ramadhan. Ia adalah merupakan mutiara-mutiara yang perlu untuk dilestarikan pasca ramadhan. Tulisan ini diringkas dari khutbah jum’at yang disampaikan oleh Muhtar Arifin di Masjid Ma’had Aly Al-Furqan (MAA) Magelang pada tanggal 5 Syawwal 1443 H yang bertepatan dengan tanggal 6 Mei 2022 M. Semoga bermanfaat.

Ramadhan telah mengajarkan berbagai mutiara berharga bagi kita, antara lain:

1. Menjadikan ketakwaan sebagai parameter kemuliaan.

Selama ini sebagian di antara kita menyangka bahwa kemuliaan diperoleh dengan kekayaan yang melimpah. Ada juga yang mengira dengan jabatan yang tinggi. Bahkan ada pula yang menganggap bahwa kemuliaan adalah ketenaran. Ternyata Allah menyebutkan bahwa ukuran kemuliaan adalah ketakwaan. Allah berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesunguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian”. (QS. Al-Hujurat: 13).

Puasa yang dijalankan selama satu bulan adalah dalam rangka membentuk pribadi-pribadi yang bertakwa. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183). Dengan menjadi orang yang bertakwa kapan saja dan di mana saja, maka seseorang akan dapat meraih derajat mulia di sisi Allah.

2. Memperhatikan keikhlasan.

Puasa adalah amalan yang tersembunyi, akan tetapi keutamaannya amat besar. Puasa adalah merupakan amalan rahasia pada diri seorang hamba. Ibnul Qayyim – rahimahullah - berkata tentang puasa:

وَهُوَ سِرٌّ بَيْنَ الْعَبْدِ وَرَبِّهِ

“Ia (puasa) adalah rahasia antara seorang hamba dan Rabb-nya”. (Zaadul Ma’ad, II/27).

Ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa hendaknya kita senantiasa menjaga keikhlasan dalam beramal. Ketika beramal apapun tidak harus ditampakkan, diperlihatkan atau diposting dalam medsos, kecuali ketika memang ada maslahat yang lebih kuat. Hal itu karena keikhlasan adalah inti dari sebuah amalan. Keikhlasan inilah yang menjadi perintah Allah yang amat mulia dalam firman-Nya:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

“Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah seraya mengikhlaskan agama untuk-Nya”. (QS. Al-Bayyinah: 5).

3. Ramadhan mengajarkan urgensi waktu.

Ketika seseorang sahur untuk puasa, maka ia memperhatikan waktunya agar dapat mulai puasa pada waktunya. Demikian juga ketika sore hari, ia memperhatikan waktu berbuka agar bisa bersegera untuk berbuka demi meraih kebaikan yang dijanjikan oleh Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam - :

لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Manusia akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. (HR. Bukhari dan Muslim).

Ini mengajarkan kepada kita agar senantiasa menghargai waktu dengan memanfaatkannya untuk kebaikan, baik itu untuk kebaikan diri sendiri atau untuk orang lain. Ini diperkuat lagi dengan banyaknya sumpah dalam Al-Qur’an demi waktu dan bagian-bagiannya, seperti demi fajar, demi malam, demi waktu subuh, demi waktu dhuha dan lainnya. Sumpah-sumpah ini menunjukkan urgensi waktu yang Allah berikan kepada kita agar dimanfaatkan dengan sebaik mungkin demi meraih rahmat dari Allah ta’ala.

4. Ramadhan mengingatkan agar bersungguh-sungguh dalam berdoa

Di sela-sela penyebutan tentang hukum-hukum puasa dalam surat Al-Baqarah, tersisipkan keterangan tentang masalah doa. Hukum-hukum puasa terbentang dalam surat Al-Baqarah ayat 183- 187. Sedangkan ayat tentang doa berada di sela-sela ayat tersebut yaitu pada ayat ke-186. Allah berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat, aku kabulkan doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.

Ini menunjukkan bahwa sudah sepantasnya kita untuk senantiasa berdoa kepada Allah, di antaranya adalah pada bulan ramadhan. Selain itu doa juga tetap disyariatkan di luar bulan ramadhan. Waktu-waktu mustajab terbentang sepanjang tahun, tidak hanya bulan ramadhan saja.

Apabila seseorang berdoa dengan memenuhi adab-adabnya, maka ia dapat meraih satu dari tiga perkara sebagaimana dalam hadits berikut ini:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُوْ بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيْهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيْعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ: إِمَّا أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوْءِ مِثْلَهَا

Tidaklah seorang muslim berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa dan pemutusan hubungan kekerabatan, melainkan Allah akan memberinya satu dari tiga perkara:

1. Ia akan disegerakan pengabulan doanya.

2. Atau akan menjadikannya sebagai simpanan di akhirat.

3. Atau akan dipalingkan dari keburukan yang sebanding dengan doanya tersebut.

(HR. Ahmad (III/18) dan Bukhari dalam Al-Adabil Mufrad, no. 710, dan dishahikan oleh syaikh albani dalam sahih adab mufrad, no. 547. Lihat Fiqhul Ad’iyati wal Adzkar (I/291).

Demikianlah di antara pesan yang tersimpan di bulan ramadhan. Semoga kebaikan-kebaikan bulan mulia tersebut dapat dilestarikan pada sebelas bulan yang lainnya sehingga dapat meraih kemuliaan di sisi Allah ta’ala.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image