Rabu 11 May 2022 10:22 WIB

IHSG Kembali Menguat Ditopang Melonjaknya Saham Konsumsi, Cuan Nih?

Saham Unilever memimpin melonjaknya saham konsumsi diikuti INDF, ICBP, dan KLBF.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Karyawan mengamati layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Bursa Efek Indonesia, Jakarta. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona hijau pada perdagangan Rabu (11/5). Setelah terpangkas cukup tajam dua hari beruntun, IHSG mulai bangkit dengan menguat ke level 6.833,19.
Foto: Prayogi/Republika.
Karyawan mengamati layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Bursa Efek Indonesia, Jakarta. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona hijau pada perdagangan Rabu (11/5). Setelah terpangkas cukup tajam dua hari beruntun, IHSG mulai bangkit dengan menguat ke level 6.833,19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona hijau pada perdagangan Rabu (11/5/2022). Setelah terpangkas cukup tajam dua hari beruntun, IHSG mulai bangkit dengan menguat ke level 6.833,19. 

Penguatan IHSG ditopang naiknya saham-saham blue chip yang tecermin dari indeks LQ45. Kelompok saham paling likuid tersebut menguat signifikan sebesar 0,89 persen. UNVR memimpin kenaikan sebesar 7,99 persen diikuti saham konsumsi lainnya seperti INDF, ICBP, dan KLBF. 

Phillip Sekuritas Indonesia melihat IHSG berpotensi menguat pada hari ini meski pergerakannya diwarnai sentimen negatif. "Sentimen pasar masih di dominasi ketakutan atas lonjakan inflasi dan potensi perlambatan ekonomi," tulis Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya, Rabu (11/5/2022). 

Investor juga bereaksi atas komentar dari sejumlah pejabat tinggi bank sentral AS Federal Reserve (the Fed) menjelang rilis data inflasi (CPI) bulan April AS nanti malam. Pejabat the Fed mempertegas potensi kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps yang terjadi pada Juni dan Juli.

Investor mempunyai ekspektasi inflasi (CPI) akan tumbuh 8,1 persen yoy pada April, sedikit lebih lambat dari kenaikan 8,5 persen yoy pada Maret yang juga merupakan tingkat inflasi tertinggi dalam lebih dari 40 tahun. Perlambataan laju inflasi ini di duga akibat  moderasi volatilitas harga bahan energi yang belakangan ini mulai mereda. 

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS (US Treasury Note) bertenor 10 tahun turun 4 bps menjadi 2,99 persen. Di pasar komoditas, harga minyak mentah memperpanjang tren penurunan di tengah prospek permintaan yang suram akibat kebijakan lockdown di Cina dan semakin besarnya risiko resesi ekonomi global. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement