Jumat 13 May 2022 13:01 WIB

BRIN Ingatkan Potensi Tsunami Akibat Erupsi Gunung Anak Krakatau

Volume longsoran kaldera atau lava yang dimuntahkan Anak Krakatau bisa picu tsunami.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Erupsi Gunung Anak Krakatau terlihat dari KRI Torani 860 saat berlayar di Selat Sunda, Lampung, Selasa (1/1/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Erupsi Gunung Anak Krakatau terlihat dari KRI Torani 860 saat berlayar di Selat Sunda, Lampung, Selasa (1/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Riset Teknologi Hidrodinamika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Widjo Kongko mengimbau, masyarakat untuk mewaspadai potensi tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau. Lokasi Anak Krakatau di Selat Sunda bisa menimbulkan gelombang laut jika terjadi erupsi ke daratan Provinsi Banten.

Pakar tsunami tersebut menuturkan berdasarkan data dan hasil pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, terdapat peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau dari Waspada atau Level 2 ke Siaga atau Level 3. "Ini menunjukkan adanya potensi ke arah erupsi dan dapat berpotensi menimbulkan tsunami," katanya di Jakarta, Jumat (13/5/2022).

Untuk perkiraan besar kecilnya dampak tsunami, kata dia, tergantung dari pemicu sumbernya, yakni seberapa besar aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau dan volume longsoran kaldera atau lava yang dimuntahkan. Menurut Widjo, hasil kajian pemodelan tsunami yang telah dilakukan untuk kejadian erupsi akhir 2018, dapat dijadikan acuan untuk potensi tsunami ke depan.

Hal itu terjadi apabila ada erupsi Gunung Anak Krakatau, terutama memprediksi waktu tiba tsunami di pantai dan perkiraan tingginya. Widjo menuturkan, pemerintah telah berupaya membuat program mitigasi tsunami dari tingkat hulu hingga hilir. Sebagai contoh, di tingkat hulu terdapat sistem peringatan dini apabila terjadi tsunami dan diseminasi informasi untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.

Di tingkat hilir, sudah dilakukan penyiapan jalur evakuasi, tempat evakuasi (selter) dan panduan perencanaan evakuasi. Meskipun demikian, kata Widjo, korban tsunami masih tetap ada, seperti yang pernah terjadi di Selat Sunda pada akhir 2018.

Hal itu menunjukkan program mitigasi tsunami yang telah ada belum mencukupi, sehingga perlu ditingkatkan pada masa mendatang. "Saya kira publik juga perlu mendapatkan informasi secara mendetail terkait dengan potensi ancaman tsunami di lokasi di mana mereka tinggal dan tentu saja informasi lainnya terkait dengan jalur evakuasi dan tempat evakuasi sementara," ujar Widjo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement