Sabtu 14 May 2022 22:52 WIB

Prodi SKI UIN Ar-Raniry Lakukan Ekspedisi Gayo Alas

Tim Ekspedisi Gayo Alas juga membersihkan beberapa situs yang dikunjungi.

Red: Irwan Kelana
Aktivitas dosen Prodi SKI UIN Ar-Raniry Banda Aceh di kompleks Makam Reje Linge di Buntul Linge, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, Kamis (12/5).
Foto: Dok UIN Ar-Raniry
Aktivitas dosen Prodi SKI UIN Ar-Raniry Banda Aceh di kompleks Makam Reje Linge di Buntul Linge, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, Kamis (12/5).

REPUBLIKA.CO.ID, TAKENGON – Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh melakukan kegiatan pengabdian masyarakat ke lintas Tengah Aceh.

Kegiatan yang bertajuk ekspedisi Gayo-Alas berlangsung selama  empat  hari, 11-14 Mei 2022, dimulai dari kabupaten Aceh Tengah, Gayo Lues dan berakhir di Kabupaten Aceh Tenggara, Kutacane. Kegiatan  itu  diikuti oleh 12 orang dosen dan karyawan.

Ketua Prodi SKI, Sanusi Ismail MHum mengatakan bahwa ekspedisi ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mengamati, dan membersihkan situs-situs sejarah dan budaya yang tersebar di tiga kabupaten yang ada di lintas Tengah, Aceh.

Lebih lanjut, Sanusi menjelaskan bahwa identifikasi yang dimaksudkan adalah mengetahui jumlah dan lokasi situs yang tercatat atau teridentifikasi di setiap kabupaten yang dikunjungi.

Selanjutnya, pihaknya akan datang langsung ke beberapa situs tersebut untuk mengamati kondisinya, apakah terpelihara dan terawat dengan baik atau sebaliknya.

“Sebagai implementasi dari salah satu aspek Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian kita juga melakukan kegiatan membersihkan beberapa situs yang kita kunjungi,”kata Sanusi dalam keterangan tertulis, Jumat (13/5) di Aceh Tengah.

Selain itu, kata Sanusi,  untuk memudahkan kegiatan ekspedisi tersebut, Prodi SKI bekerja sama dengan Dinas terkait yang menaungi bidang kebudayaan dan didukung oleh para dosen prodi yang meliputi empat bidang keahlian yaitu sejarah, arkeologi, antropologi, dan filologi.

Kemudian, hasil identifikasi dan pengamatan di lapangan itu akan dijadikan dasar kebijakan untuk melakukan penelitian dan pengabdian dalam skala yang lebih besar di masa mendatang yang melibatkan para dosen, mahasiswa, dan masyarakat setempat.

“Di Aceh Tengah dan Aceh Tenggara kita bekerja  sama dengan Disdikbud, sedangkan di Gayo Lues dengan Dinas Parawisata,”kata Sanusi seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Salah seorang dosen yang terlibat dalam kegiatan tersebut, Dr Bustami Abubakar Mhum menjelaskan bahwa sejauh ini di antara situs-situs sejarah dan budaya yang telah teridentifikasi di seluruh Aceh masih sangat sedikit yang terpelihara dan terawat dengan baik.

Padahal, menurut UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, situs-situs itu bukan hanya sekedar diidentifikasi, dipelihara, dan dirawat, tetapi juga bisa dimanfaatkan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.  

Bustami berpendapat, pemanfaatan yang dimaksudkan di sini adalah bagaimana situs-situs sejarah dan budaya itu bisa menjadi objek wisata, terutama wisata sejarah, budaya, dan religi. Jika ini yang terjadi tentu akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat dan sekaligus peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Melalui ekspedisi ini, kami ingin melihat langsung bagaimana nasib situs-situs sejarah dan budaya yang ada di Tanoh Gayo dan Alas ini. Apakah pemerintah dan masyarakat setempat cukup peduli dan memanfaatkannya dengan baik atau mungkin situs-situs itu hanya menjadi benda kuno yang tak bernilai,” tegas Bustami yang juga sebagai Ketua Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI) Provinsi Aceh, Jumat (13/5). 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement