Senin 16 May 2022 10:44 WIB

Dosen UMM Tulis Buku Alternatif Sengketa Melalui Mediasi

Pembaca bisa mengetahui dan merasakan jalannya mediasi.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Dosen hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Tinuk Dwi Cahyani menulis buku khusus mengenai alternatif sengketa, yakni mediasi. Buku tersebut berjudul Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Foto: Dok. Humas UMM
Dosen hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Tinuk Dwi Cahyani menulis buku khusus mengenai alternatif sengketa, yakni mediasi. Buku tersebut berjudul Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Masyarakat Indonesia cenderung memilih jalur pengadilan saat menyelesaikan sengketa. Padahal ada jalan-jalan lain yang bisa ditempuh, yakni mediasi.

Fenomena tersebut mendorong dosen hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Tinuk Dwi Cahyani, untuk menulis buku khusus mengenai alternatif sengketa, yakni mediasi. Buku tersebut berjudul Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Perempuan disapa Tinuk ini menilai masyarakat masih kurang mengetahui bagaimana proses mediasi. Padahal ini menjadi alternatif yang bisa dicoba selain arbitrase untuk perkara perdata seperti harta bersama.

Adapun dalam bukunya, ia tidak hanya menulis beragam teori tetapi juga memberikan contoh proses dan dialog yang biasa digunakan. Dengan demikian, pembaca bisa mengetahui dan sedikit merasakan jalannya mediasi.

Satu di  antaranya terkait bagaimana mediator membuka hingga menutup, apa yang harus disampaikan pihak satu dan pihak lainnya. "Sehingga saya rasa pembaca bisa dengan mudah memahami isi buku ini,” kata perempuan kelahiran Madiun tersebut.

Ditanya terkait alasan menulis buku itu, Tinuk mengatakan, di negara maju seperti Amerika Serikat, warganya sudah memahami alternatif sengketa selain melalui pengadilan. Ia ingin bukunya ini mampu memberikan sumbangsih keilmuan dan wawasan bagi masyarakat luas.

Adapun produk hukum dari mediasi ini adalah akta perdamaian yang nantinya bisa didaftarkan ke pengadilan. Kemudian dijadikan sebagai penetapan maupun putusan.

Selama menulis buku yang diterbitkan oleh UMM Press pada Maret 2022 itu, Tinuk mengaku tidak banyak mengalami kendala. Satu hal yang membuatnya kesulitan adalah minimnya literatur yang mengkaji mediasi.

Berbeda dengan arbitrase yang kini sudah tersedia cukup banyak. Beruntung, Tinuk sempat mengikuti pelatihan mediator yang bersertifikat Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu.

Hal itu memberikan banyak materi dan sumbangsih dalam bukunya sehingga ia tidak kekurangan bahan. Apalagi kini Tinuk merupakan seorang mediator sehingga akan banyak kasus dan pengalaman yang bisa ia bagikan di bukunya tersebut.

Tinuk berharap buku baru ini bisa menambah literatur dan wawasan masyarakat terkait mediasi. Dengan begitu mereka dapat lebih jelas memahami. "Apalagi sudah dilengkapi dengan beberapa contoh dan dialog sehingga para pembaca bisa merasakan prosesnya,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement