Kamis 19 May 2022 23:55 WIB

Bahas Kasus HAM Masa Lalu dengan BEM Trisakti, Moeldoko Uraikan Sejumlah Hal

Moeldoko memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberikan waktu bersama perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti membahas berbagai ‘pekerjaan rumah’ negara.
Foto: Dok. Ammi
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberikan waktu bersama perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti membahas berbagai ‘pekerjaan rumah’ negara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memberikan waktu bersama perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti membahas berbagai ‘pekerjaan rumah’ negara berupa penyelesaian persoalan HAM di masa lalu. Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI) menilai hal tersebut positif.

“Bagi AMMI, sikap Pak Moeldoko itu secara langsung menunjukkan bahwa beliau menghormati dan meneruskan amanat Bung Karno untuk tidak melupakan sejarah,”kata Ketua AMMI, Nurkhasanah, Kamis (19/5/2022).

Baca Juga

Ia merujuk amanat tertulis Bung Karno yang diberikan sebagai pidato kenegaraan pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, 17 Agustus 1966. Menurut Nurkhasanah, catatan sejarah menunjukkan bahwa pidato 'Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah!' (Jas Merah) tersebut merupakan pidato kepresidenan terakhir Bung Karno.

Menurut Nurkhasanah, sikap Moeldoko tersebut sangat menginspirasi organisasinya yang terdiri dari kalangan milenial dan mahasiswa, generasi muda yang pada saatnya akan menerima estafet kepemimpinan. “Dengan menunjukkan keteladanan untuk berani meneladani hal-hal baik dari para pemimpin negeri di masa lalu, Pak Moeldoko menginspirasi kami untuk berani mengambil hal-hal baik dari keteladanan yang pernah tumbuh di negeri ini. Kami pernah mendengar kalimat bernas seorang sahabat Nabi, bahwa hikmah dan keteladanan itu milik seluruh Muslim, dan keharusan untuk mengambil dan meneladaninya dari mana pun datangnya,” kata Nurkhasanah. 

Terkait isi pertemuan KSP dengan BEM Trisakti, AMMI pun menggarisbawahi beberapa hal esensial. AMMI, misalnya, menunjuk sikap terbuka dan apa adanya dari KSP seputar penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu. 

“Pernyataan Moeldoko, yang memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan tetap menjadikan pelanggaran HAM masa lalu sebagai prioritas dengan terus mengupayakan penyelesaiannya secara yudisial maupun non yudisial, sementara di sisi lain mengajak BEM Trisakti untuk berpikir dalam kerangka kepentingan negara yang lebih luas, menurut kami adalah hal yang bijak,” kata Nurkhasanah. 

Moeldoko, kata Nurkhasanah, menjelaskan bahwa untuk penyelesaian secara yudisial akan digunakan untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat baru (terjadi setelah diberlakukannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Sedangkan untuk kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu (terjadi sebelum November 2000), akan diprioritaskan dengan penyelesaian melalui pendekatan non yudisial, seperti melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). “Itu memberikan perspektif baru kepada teman-teman BEM Trisakti,”kata Nurkhasanah. 

Pada sesi dialog, menanggapi para mahasiswa, Moeldoko memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam, dan tetap menjadikan pelanggaran HAM masa lalu sebagai prioritas. 

"Kasus Trisakti 1998 masuk kategori pelanggaran HAM berat masa lalu, yang idealnya diselesaikan melalui mekanisme non yudisial," kata Moeldoko.

Saat itu Panglima TNI 2013-2015 itu juga menjelaskan bahwa  pemerintah tetap mengupayakan agar para korban tetap mendapatkan bantuan dan pemulihan dari negara. Untuk itu, pada 12 Mei  lalu, Menteri BUMN memberikan bantuan perumahan kepada empat keluarga korban Trisakti. "Ini bentuk kepedulian dan kehadiran negara di hadapan korban," kata Moeldoko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement