Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Pendidikan dan Dunia Kerja

Bisnis | Saturday, 21 May 2022, 11:48 WIB
Pendidikan yang berkualitas memainkan peran penting dalam persaingan sumber daya manusia di dunia kerja.

Menarik apa yang dikatakan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa pendidikan harus selaras dengan dunia kerja. Hal itu tidak lepas dari kenyataan bahwa angkatan kerja kita melimpah. Hingga tahun 2020, angkatan kerja usia produktif (usia lebih dari 15 tahun) melimpah sebesar 70,72 persen dari total populasi. Pemerintah tentu harus melihat kondisi ini sebagai berkah ketimbang masalah. Kekayaan berupa sumber daya manusia harus dikelola secara baik guna menyongsong Indonesia EMAS 2045.

Untuk melahirkan SDM berkualitas, maka caranya tidak lain adalah melalui pendidikan yang berkualitas pula. Dengan begitu, tenaga kerja yang mengisi posisi dunia kerja juga berkualitas. Apalagi jika ditarik ke isu globalisasi, maka persaingan semakin sengit. Antara daya saing dan daya industri harus memberikan pengaruh positif terhadap beberapa indikator ekonomi seperti kinerja produksi dan kinerja perdagangan.

Serbuan tenaga kerja asing menjadi momok menakutkan. Ketika Eropa dan Amerika mengalami krisis tahun 2008, makin banyak tenaga kerja asing masuk ke pasar kerja Indonesia. Kondisi ini membuat negara kita menjadi lahan subur bagi tenaga kerja asing di era perdagangan bebas. Untuk itu, Pemerintah harus mengambil langkah strategis untuk menghadapi kondisi ini. Apa yang dikatakan Erick Thohir menjadi keniscayaan betapa keterkaitan pendidikan dan dunia kerja sangat erat.

Pendidikan menjadi aspek strategis jika dikaitkan dengan globalisasi ekonomi. Globalisasi ini diadopsi banyak negara, setelah penyebarannya dipromosikan secara besar-besaran oleh lembaga internasional. Pelopor utamanya adalah World Trade Organization (WTO), didukung Asia Paciic Economic Cooperation (APEC) dan lembaga bisnis bantuan internasional seperti World Bank dan International Monetary Fund (IMF).

Globalisasi ekonomi ini melahirkan rentetan yang mengikuti setelah dideklarasikan. Salah satunya adalah semua negara, baik maju atau berkembang, dalam posisi sama untuk meningkatkan kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen dan sumber daya manusia. Kondisi ini bergantung pada bagaimana Pemerintah memainkan peran penting. Indonesia tidak beda dengan negara-negara maju lainnya dalam hal persaingan sumber daya manusia. Ini tentu membutuhkan keseriusan Pemerintah bagaimana meningkatkan daya saing. Setidaknya ada dua hal yang harus diperhatikan secara seksama.

Pertama, bagaimana menciptakan pendidikan yang outputnya mampu bersaing dengan negara-negara lain. Di 2045, jumlah penduduk Indonesia diprediksi mencapai 340 juta dengan 180 juta di antaranya termasuk usia produktif 15-24 tahun. Kondisi ini lazim disebut sebagai bonus demografi dan peluang terbaik Indonesia menjadi salah satu negara kuat yang dihormati.

Kedua, Pemerintah harus menghilangkan "penyakit orientasi" di mana lebih (a) mengandalkan sumber daya alam (SDA) daripada SDM, (b) berorientasi jangka pendek daripada jangka panjang, (c) mengutamakan citra daripada kerja nyata, (d) melirik makro daripada mikro, (e) mengandalkan cost added daripada value added, (f) berorientasi neraca pembayaran dan perdagangan daripada neraca jam kerja, (g) menyukai jalan pintas seperti korupsi, kolusi, penyelewengan daripada kejujuran dan kebajikan, (h) beranggapan jabatan sebagai tujuan daripada sebagai sarana untuk mencapai tujuan (power centered rather than accountable).

Dua upaya di atas memang tugas berat karena berasal dari kondisi riil bangsa ini. Kita harus mafhum pemimpin bangsa Indonesia tahun 2045 adalah mereka yang saat ini sedang duduk di bangku sekolah, baik pendidikan usia dini, pendidikan dasar atau menengah.

Dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun Menko Perekonomian, diharapkan bahwa pada 2045 Indonesia menjadi negara mandiri, maju, adil dan makmur dengan pendapatan perkapita 15.000 dolar AS dan menjadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia. Lebih jauh, pada 2045 Indonesia diproyeksikan menjadi satu dari tujuh kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan perkapita 47.000 dolar AS.

Sudah barang tentu, kita tidak ingin menjadi pembantu di negeri sendiri. Kita tidak ingin, industri strategis dikuasai oleh tenaga kerja asing. Satu kuncinya adalah pendidikan harus "digarap" secara profesional, berkualitas, optimal dan sebaik-baiknya agar dapat mengantarkan calon-calon pemimpin bangsa pada 2045 menjadi generasi EMAS yaitu generasi Energik, Multitalenta, Aktif dan Spiritual. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image