Senin 23 May 2022 12:45 WIB

KPU Dorong Mahasiswa Magang Kampus Merdeka Jadi KPPS Pemilu 2024 

Durasi masa kerja KPPS sekitar satu bulan dengan honorarium Rp 1,5 juta.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy'ari mendorong mahasiswa magang Kampus Merdeka ikut menjadi bagian dari penyelenggara pemilu ad hoc, terutama Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2024.
Foto: Prayogi/Republika.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy'ari mendorong mahasiswa magang Kampus Merdeka ikut menjadi bagian dari penyelenggara pemilu ad hoc, terutama Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy'ari mendorong mahasiswa magang Kampus Merdeka ikut menjadi bagian dari penyelenggara pemilu ad hoc, terutama Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2024. Durasi masa kerja KPPS ini sekitar satu bulan. 

"Termasuk Kampus Merdeka, sebagian besar adalah magang. Kalau dulu magangnya itu jadi pemantau, sekarang kita dorong untuk menjadi bagian dari penyelenggara pemilu terutama KPPS karena durasi kerjanya tidak lama," ujar Hasyim saat ditemui Republika di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, belum lama ini. 

Baca Juga

Dia mengatakan, mahasiswa magang Kampus Merdeka dapat menjadi anggota KPPS di tempat tinggalnya masing-masing. Hal ini agar mahasiswa yang menjadi anggota KPPS tetap dapat menggunakan hak pilihnya. 

"Kami dorong untuk magang Kampus Merdeka itu sebagai KPPS dan tugasnya di kampung sendiri-sendiri. Kalau mereka tugas di kampungnya sendiri-sendiri, enggak kehilangan hak pilih dan dekat dengan area kampusnya," kata Hasyim. 

Untuk menarik minat masyarakat menjadi penyelenggara pemilu ad hoc, KPU mengusulkan kenaikan honorarium menjadi Rp 1,5 juta. Pada Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 lalu, upah KPPS sebesar hanya Rp 550 ribu dan Rp 850 ribu. 

Untuk mengantisipasi kejadian petugas pemilu wafat, KPU mensyaratkan usia paling tinggi yang dapat menjadi penyelenggara ad hoc ialah 50 tahun. Langkah ini sebelumnya diterapkan juga pada penyelenggaraan Pilkada 2020. 

"Kami gunakan syarat bagi penyelenggara ad hoc berusia maksimal 50 tahun, sehat, bebas komorbid, dan vaksin dua kali dosis," tutur Hasyim. 

Hasyim mengaku tak khawatir kejadian wafatnya ratusan petugas pemilu 2019 lalu tak menyurutkan minat masyarakat berpartisipasi menjadi penyelenggara pemilu. Dia optimistis masih banyak warga yang mau bergabung menjadi bagian dari penyelenggara Pemilu 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement