Rabu 25 May 2022 12:44 WIB

DK PBB Serukan Taliban Tarik Kebijakan Batasi Perempuan

Kebijakan Taliban membatasi pendidikan dan pergerakan perempuan di publik.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Wanita Afghanistan menunggu untuk menerima jatah makanan yang didistribusikan oleh kelompok bantuan kemanusiaan Saudi, di Kabul, Afghanistan, Senin, 25 April 2022. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) meminta Taliban untuk segera membalikkan kebijakan yang membatasi hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan bagi perempuan Afghanistan.
Foto: AP Photo/Ebrahim Noroozi
Wanita Afghanistan menunggu untuk menerima jatah makanan yang didistribusikan oleh kelompok bantuan kemanusiaan Saudi, di Kabul, Afghanistan, Senin, 25 April 2022. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) meminta Taliban untuk segera membalikkan kebijakan yang membatasi hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan bagi perempuan Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) meminta Taliban untuk segera membalikkan kebijakan yang membatasi hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan bagi perempuan Afghanistan. Permintaan ini diadopsi dengan suara bulat oleh seluruh anggota pada Selasa (24/5/2022).

Dalam teks yang disusun oleh Norwegia, 15 negara anggota DK PBB mengatakan, mereka sangat prihatin dengan keputusan Taliban yang baru. "Pemberlakuan pembatasan yang membatasi akses ke pendidikan, pekerjaan, kebebasan bergerak, partisipasi penuh, setara, dan bermakna perempuan dalam kehidupan publik," ujar pernyataan bersama.

Baca Juga

DK PBB meminta Taliban untuk segera membalikkan kebijakan dan praktik yang saat ini membatasi hak asasi manusia dan kebebasan mendasar perempuan dan anak perempuan Afghanistan. Mereka menuntut Taliban membuka kembali sekolah untuk semua siswa perempuan tanpa penundaan lebih lanjut.

"Mengulangi seruan pada Taliban untuk mematuhi komitmen mereka untuk membuka kembali sekolah untuk semua siswa perempuan tanpa penundaan lebih lanjut," ujar pernyataan DK PBB.

Keprihatinan yang mendalam pun disampaikan atas pengumuman bahwa perempuan harus menutupi wajah mereka di depan umum, termasuk di siaran televisi. Taliban telah mengharuskan presenter televisi perempuan menutupi wajahnya.

Padahal Taliban telah menjanjikan kebebasan media dan hak-hak perempuan setelah kembali berkuasa. Mereka justru secara bertahap memperluas pembatasan, terutama pada perempuan, dengan sekolah menengah untuk anak perempuan belum dibuka lebih dari delapan bulan sejak pengambilalihan Agustus tahun lalu.

Menurut para diplomat, negosiasi teks tersebut berlangsung hampir dua minggu. Awalnya itu menemui jalan buntu ketika Cina dan Rusia keberatan dengan fokus pada hak asasi manusia. Akibatnya, dokumen tersebut juga mencakup paragraf yang mengungkapkan keprihatinan mendalam mengenai situasi yang bergejolak di Afghanistan dalam hal masalah kemanusiaan, politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.

Secara khusus, teks tersebut mengutip perdagangan narkoba dan serangan teroris yang menargetkan warga sipil. Ditambah kebutuhan untuk memulihkan sistem keuangan dan perbankan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement