Ahad 29 May 2022 16:34 WIB

Selamat Real Madrid!

Catatan statistik pertandingan menunjukkan Liverpool tampil begitu agresif.

Red: Didi Purwadi
Mohammad Akbar
Foto: doc
Mohammad Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Mohammad Akbar

Redaktur Olahraga Republika

Permainan sepak bola kerap kali dinaungi oleh keberuntungan. Paling tidak keberuntungan itulah yang telah mengiringi langkah Real Madrid untuk menjadi juara Liga Champions untuk kali ke-14 sekaligus mengukuhkan statusnya sebagai penguasa Eropa.

Di partai final yang digelar di pinggiran Kota Paris, Ahad (29/5) dini hari WIB, Madrid menang 1-0 dari Liverpool. Satu gol semata wayang itu dipersembahkan oleh Vinicius Jr. Ia menjadi pemain muda kedua asal Brasil yang mencetak gol buat Real Madrid di final dari turnamen ini. Hari ini, usia Vini baru menginjak 21 tahun, 320 hari. Ia hanya berselisih 187 hari saja dari Asensio yang mencetak gol pada 2017.  

Gol dari Vini tersebut, rasanya seperti pepatah lawas yang berunyi akibat nira setitik maka rusak susu sebelanga. Pepatah itu cukup pantas untuk menggambarkan bagaimana efektifnya permainan Madrid dalam mengalahkan Liverpool. 

Catatan statistik pertandingan menunjukkan, Liverpool begitu agresif dalam bermain selama 90 menit lebih. Data statistik dari Sky Sport mencatat, Liverpool menguasai bola hampir 54 persen. Lalu dari sisi, total tendangan perbandingannya Liverpool melakukan sebanyak 24 kali berbanding empat kali yang dilakukan oleh Madrid. Dari jumlah tersebut, sembilan kali shot on target diantaranya dimiliki oleh the Reds dan Madrid hanya dua kali saja. 

Tapi sekali lagi, catatan statistik yang menunjukkan agresifitas permainan Liverpool bukanlah akhir yang sempurna. Ya, Madrid telah menunjukkan kemampuannya sebagai tim yang kokoh dalam bertahan namun efektif dalam memanfaatkan setiap peluang untuk menjadi pemenang. 

Bahkan dari partai final ini, kiper Madrid Thibaut Courtois layak untuk diberikan acungan dua jempol. Tercatat, kiper timnas Belgia itu melakukan sembilan kali penyelamatan gawangnya dan tiga diantaranya menyelamatkan gawangnya dari ancaman yang ditebarkan oleh bomber Liverpool, Mohamed Salah. Rasanya tak heran Jika di pengujung laga, kiper berusia 30 tahun ini disematkan predikat sebagai Player of the Match

Tak berlebihan pula jika Esteban Cambiasso dengan penuh kebanggaannya mengatakan,“Inilah Real Madrid. Ketika mereka tampil di final maka Madrid menjadi tim yang enggan untuk dihadapi.” Cambiasso adalah eks pemain Madrid yang juga pernah membawa Inter Milan meraih trofi si kuping besar pada 2010. 

Efektivitas permainan Madrid itu diakui juga oleh Courtois. Berbicara kepada BT Sport usai laga, ia menyebut Liverpool telah bermain bagus tetapi pihaknya memiliki satu kesempatan dan mampu mengkonversinya menjadi gol. 

Begitulah sepak bola. Tak ada teori yang ajeg untuk menyimpulkan bahwa permainan agresif akan menentukan jalan dalam meraih kemenangan. Sebagaimana bundarnya bola, peluang untuk mendapatkan kemenangan selalu saja berputar dan bergulir. Dan, inilah yang ditunjukkan oleh Carlo Ancelotti bersama anak asuhnya. 

Sebaliknya, bagi Liverpool kekalahan ini melengkapi duka sebelumnya. Sempat digadang-gadang untuk membukukan empat gelar dalam semusim, namun fakta menunjukkan dua gelar bergengsi dari Liga Primer Inggris dan Liga Champions harus terlepas. Dua gelar yang sudah lebih awal didapat oleh skuad asuhan Juergen Klopp ini berasal dari Piala Carabao dan Piala FA — yang notabene secara gengsi masih kalah mentereng dibandingkan Liga Inggris maupun Liga Champions. 

Namun demikian segala ikhtiar yang telah ditunjukkan oleh pasukan merah Merseyside ini harus tetap diberikan acungan jempol.  Kegagalan dari Liga Inggris maupun Liga Champions ini tentunya menjadi pelecut untuk bisa menyiapkan persaingan yang bakal semakin ketat pada musim depan. 

Hala Madrid dan we never walk alone, Liverpool!

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement