Senin 30 May 2022 16:21 WIB

Biden Janji Tangani Pengendalian Senjata Api di Amerika Serikat

Penembakan Uvalde menempatkan masalah kontrol senjata di puncak agenda negara.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Presiden Joe Biden dan ibu negara Jill Biden mengunjungi tugu peringatan di Sekolah Dasar Robb untuk memberikan penghormatan kepada para korban penembakan massal, Minggu, 29 Mei 2022, di Uvalde, Texas.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden Joe Biden dan ibu negara Jill Biden mengunjungi tugu peringatan di Sekolah Dasar Robb untuk memberikan penghormatan kepada para korban penembakan massal, Minggu, 29 Mei 2022, di Uvalde, Texas.

REPUBLIKA.CO.ID, UVALDE --  Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan istrinya, Jill Biden pada Ahad (29/5/2022) mengunjungi keluarga korban penembakan di Robb Elementary School di Uvalde, Texas. Penembakan tersebut telah menewaskan 19 siswa dan dua guru. 

Di Robb Elementary School, Biden mengunjungi tugu peringatan 21 salib putih untuk menghormati korban tewas. Sementara ibu negara Jill Biden menaruh buket bunga putih di depan papan nama sekolah. 

Baca Juga

Pasangan itu kemudian mengunjungi altar individu yang didirikan untuk mengenang setiap siswa yang tewas. Ibu negara menyentuh foto anak-anak saat mengunjungi altar tersebut.

Setelah mengunjungi tugu peringatan, Biden menghadiri Misa di Gereja Katolik Hati Kudus. Misa tersebut dihadiri oleh beberapa keluarga korban. Berbicara langsung kepada anak-anak yang hadir dalam misa tersebut, Uskup Agung Gustavo Garcia-Siller mencoba meredakan ketakutan anak-anak itu. Beberapa anak tampak seusia dengan para korban.

“Kalian telah melihat berita, kalian telah menyaksikan air mata orang tua dan teman-teman kalian. Kalian adalah pengingat terbaik bagi kami bahwa kehidupan anak-anak kecil itu penting," ujar Garcia-Siller.

Ketika Biden meninggalkan gereja untuk bertemu dengan anggota keluarga korban secara pribadi, kerumunan yang terdiri sekitar 100 orang berteriak, "lakukan sesuatu."  Kemudian sesaat sebelum masuk ke mobilnya, Biden menjawab, "Kami akan melakukannya". Itu adalah satu-satunya komentar Biden dalam kunjungan selama tujuh jam di Uvalde.

"Dan kami berkomitmen untuk mengubah rasa sakit ini menjadi tindakan," kata Biden dalam akun Twitternya.

Kunjungan ke Uvalde adalah perjalanan kedua Biden untuk bertemu keluarga korban penembakan massal. Pada 17 Mei, Biden melakukan perjalanan ke Buffalo, New York untuk bertemu dengan keluarga korban penembakan di Tops Friendly Market. Penembakan di Buffalo menewaskan 10 orang Afrika-Amerika. 

“Kejahatan datang ke ruang kelas sekolah dasar di Texas, ke toko kelontong di New York, ke terlalu banyak tempat di mana orang tak bersalah telah meninggal. Kami harus berdiri lebih kuat. Kita harus berdiri lebih kuat. Kita tidak bisa melarang tragedi, tapi kita bisa membuat Amerika lebih aman," kata Biden dalam pidato di Universitas Delaware, pada Sabtu (28/5/2022).

Selama bertahun-tahun, Biden telah terlibat erat dalam keberhasilan gerakan pengendalian senjata, seperti larangan senjata serbu pada 1994. Namun larangan itu berakhir pada 2004, dan tidak diperpanjang. 

Sebagai presiden, Biden telah mencoba mengatasi kekerasan senjata melalui perintah eksekutif. Dia menghadapi beberapa opsi baru sekarang, tetapi tindakan eksekutif adalah opsi terbaik yang bisa dilakukan presiden.

Penembakan Uvalde menempatkan masalah kontrol senjata di puncak agenda negara. Biden, yang merupakan seorang Demokrat, telah berulang kali menyerukan reformasi besar pada undang-undang senjata AS. Biden tidak berdaya untuk menghentikan penembakan massal atau meyakinkan Partai Republik bahwa pengendalian senjata yang lebih ketat dapat membendung pembantaian massal.

Tokoh Partai Republik terkemuka seperti Senator Ted Cruz dari Texas dan mantan Presiden Donald Trump telah menolak seruan untuk tindakan pengendalian senjata. Mereka justru menyarankan untuk berinvestasi dalam perawatan kesehatan mental atau memperketat keamanan sekolah. 

Di Kongres, sekelompok senator bipartisan melakukan pembicaraan selama akhir pekan untuk melihat apakah mereka dapat mencapai kompromi sederhana pada undang-undang keamanan senjata. Sejauh ini tidak ada dukungan yang cukup dari Partai Republik di Kongres untuk  proposal keamanan senjata yang lebih luas, termasuk larangan senjata serbu  atau pemeriksaan latar belakang universal pada pembelian senjata. Kelompok senator bipartisan akan bertemu lagi minggu depan di bawah tenggat waktu 10 hari untuk mencapai kesepakatan.

“Ada lebih banyak Partai Republik yang tertarik untuk berbicara tentang menemukan jalan ke depan kali ini," kata Senator Chris Murphy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement