Kamis 02 Jun 2022 18:32 WIB

Petani Sebut Harga TBS Belum Normal Pasca Larangan Ekspor CPO Dicabut

Harga TBS saat ini sangat jauh dengan harga yang ditetapkan dalam Permentan 1/2018.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja menimbang tandan buah segar (TBS) kelapa sawit (ilustrasi).
Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Pekerja menimbang tandan buah segar (TBS) kelapa sawit (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat petani Kelapa Sawit (SPKS) menuturkan, dalam waktu sepekan pasca pencabutan larangan ekspor minyak sawit (CPO) pada 23 Mei 2022 harga tanda buah segar (TBS) petani sawit swadaya belum mengalami kenaikan yang signifikan.

Sekretaris Jenderal SPKS, Mansuetus Darto, mengatakan, dari pantauan harga TBS yang di lakukan oleh SPKS di 10 Provinsi dan 14 kabupaten, kenaikan yang paling tinggi hanya sekitar Rp 600 per kilogram (kg).

Baca Juga

Ia menjelaskan, harga TBS saat ini juga masih sangat jauh perbedaan dengan harga TBS yang di tetapkan Dinas Perkebunan provinsi sesuai permentan Nomor 1 Tahun 2018. Sebab, masih berkisar antara Rp 1.000 per kg – Rp 1.900 per kg, sementara harga ketetapan provinsi rata-rata di atas Rp 3.500 per kg.

"Ini juga sangat berbeda dengan penurunan harga TBS yang begitu cepat pasca pengumuman kebijakan pelarangan ekspor CPO oleh Pak Presiden, waktu itu harga TBS petani sawit swadaya langsung jatuh di bawah Rp 2.000 per kg di seluruh Indonesia dari harga Rp 3.500 per kg sampai Rp 3.900 per kg," katanya dalam Siaran Pers, Kamis (2/6/2022).

Mansuetus mengatakan, dengan kondisi saat ini, pihaknya meminta agar pemerintah baik pusat dan daerah untuk terus melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap perkembangan harga TBS di semua provinsi di Indonesia.

Pasalnya, hingga saat ini masih banyak perusahaan yang membeli TBS petani sawit swadaya dengan margin yang tinggi dengan harga ketetapan provinsi sesuai dengan permentan No 1 tahun 2018.

Di sisi lain, ia pun memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah yang telah mengeluarkan surat edaran yang menghimbau agar perusahan sawit agar membeli harga sesuai dengan harga penetapan pemerintah.

"Setelah pencabutan larangan ekspor ekspor, saatnya pemerintah untuk memperkuat kelembagaan petani dan percepatan kemitraan antara petani sawit swadaya dengan perusahaan, baru-baru ini yang paling menderita petani sawit swadaya yang tidak memiliki kelembagan dan juga tidak mempunyai kemitraan dengan perusahan terdekat," katanya.

Ketua SPKS Mamuju Tengah, Irfan, mengatakan untuk petani sawit swadaya di Mamuju Tengah Sulawesi Barat, selain harga yang masih rendah, penjualan TBS petani sawit swadaya masih susah untuk masuk di pabrik. Petani harus mengantre antara dua hingga tiga hari karena beberapa pabrik masih menerpakan pembatasan pembelian.

"Kami pun saat ini telah melayangkan surat kepada Kelala Dinas Perkebunan dan Juga Gubernur Sulawesi Barat agar di lakukan evaluasi harga TBS petani di lapangan dan juga sekaligus melakukan pengawasan," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement