Ahad 05 Jun 2022 19:29 WIB

Pengamat Nilai Suharso Bawa PPP Progresif dalam Bermanuver

PPP masuk ke dalam Koalisi Indonesia Bersatu.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Foto: Dok. Par
Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di bawah kepemimpinan Suharso Monoarfa, bergerak progresif masuk panggung-panggung politik, termasuk ke dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Belakangan, PPP tampak bertekad memperkuat kebersamaan demi persatuan bangsa. 

"Hal itu langkah cerdas untuk bisa memperkuat PPP bersama-sama partai lain," kata Ujang, Ahad (5/6/2022).

Baca Juga

Ujang menambahkan, KIB merupakan koalisi apik yang bisa menggabungkan kekuatan partai nasionalis (Golkar) dengan Partai Islam modern (PAN) dan Partai Islam berbasis massa Islam tradisional (PPP). Namun, ditegaskannya, tantangannya jangan sampai mereka cerai di tengah jalan. 

"Paling tidak Suharso harus mampu membawa PPP masuk Senayan lagi. Apalgi, 19 kursi di DPR saat ini sangat rawan," tambahnya.

Dikutip dari AntaraSuharso Monoarfa bersama Ketua Umum Partai Golongan Karya Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan menggelar Silaturrahmi Nasional Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) di Hutan Kota Plataran, Sabtu (4/6/2022)

Silaturrahmi tersebut dalam rangka penandatanganan kesepakatan bersama antara ketiga partai.

Dalam pidatonya, Suharso menjelaskan prinsip-prinsip yang ingin dibangun dalam Koalisi Indonesia Bersatu. Menurut dia, KIB yang dibangun harus mampu merespons kecerdasan rakyar dalam berdemokrasi. KIB juga hadir dengan optimisme agar kecerdasan rakyat berdemokrasi menjadi kecerdasan kolektif yang terus terasah dan efektif membangun peradaban demokrasi yang menyejahterakan dan berkeadilan.

Adapun prinsip-prinsip dasar yang Suharso jelaskan ada beberala. Pertama, KIB menginginkan hubungan pemilih dengan partai politik bukan hubungan emosional dan personal, melainkan hubungan yang rasional dan impersonal. Di samping itu, KIB juga menekankan aspek kepribadian dan 'ikatan pribadi'.

“Koalisi kita harus sepenuhnya menyadari itu. Kita tidak lagi bisa mengikat simpati, dukungan dan loyalitas hanya dengan ikatan emosional dan personal. Koalisi ini harus mencerdaskan kita semua dalam verdemokrasi,” ungkap Suharso.

Kedua, dia mengatakan bahwa populisme tidak lagi menjadi satu-satunya penentu keterpilihan pemimpin.

“Hari ini dan ke depan, calon pemimpin dituntut untuk memiliki gagasan-gagasan besar, rencana-rencana kerja yang konkrit dan terukur, sebagai wujud konkrit kecerdasan kolektif berdemokrasi,” ujarnya.

“Pemimpin dituntut untuk punya kemampuan teknokratis, memahami masalah dan menemukan solusinya, diikuti langkah optimis mulai dari tahapan perencanaan hingga eksekusi ke evaluasi,” kata dia menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement