Ahad 05 Jun 2022 20:36 WIB

Dosen Sejarah UGM: Naikkan Tiket Candi Borobudur Hanya Akal-akalan dan Diskriminatif

Dosen sejarah UGM sebut menaikkan tiket Borobudur hanya akal-akalan dan diskriminatif

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah pengunjung berwisata di kompleks Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jateng. Dosen sejarah UGM sebut menaikkan tiket Borobudur hanya akal-akalan dan kebijakan yang diskriminatif.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Sejumlah pengunjung berwisata di kompleks Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jateng. Dosen sejarah UGM sebut menaikkan tiket Borobudur hanya akal-akalan dan kebijakan yang diskriminatif.

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG – Kenaikan tarif Candi Borodur menjadi Rp 750 ribu untuk wisatawan domestik menuai kritikan. Salah satunya datang dari dosen sejarah Universitas Gajah Mada Prof Dr Sri Margana. Dia mengatakan pembatasan kunjungan untuk preservasi heritage merupakan hal baik dan diperlukan.

Terlebih, bagi situs yang sudah berusia ribuan tahun. Sebab, setiap tahun, pengunjung Borobudur terus meningkat dan mereka tidak dapat menikmati dengan nyaman karena terlalu padat.

Baca Juga

“Tetapi membatasi kunjungan dengan cara menaikkan tiket secara ugal-ugalan, itu juga akal-akalan saja. Mau melindungi obyeknya tetapi tidak mau berkurang penghasilannya. Kalau benar-benar konsisten untuk preservasi tidak perlu menaikkan tiket,” kata Margana saat dikonfirmasi republika.co.id, Ahad (5/6/2022).

Margana menjelaskan ada dua cara yang bisa dilakukan untuk melindungi obyek. Pertama, membatasi kuota kunjungan, khususnya bagi pengunjung rombongan dengan melakukan reservasi lebih dulu.

Kemudian, mengatur aliran pengunjung sehingga tidak merusak heritage. Seperti membedakan tiket bagi yang ingin naik ke candi atau hanya berkeliling di sekitar candi. Kedua cara tersebut bisa menjadi opsi selain menaikkan harga tiket.

Margana menyebut jangan sampai Candi Borobudur menjadi kawasan eksklusif dan mahal sehingga hanya dapat dijangkau wisatawan menengah ke atas. Menurut dia, investasi di kawasan itu harus menyertakan masyarakat setempat.

“Tarif Rp 750 ribu tentu tidak terjangkau untuk turis domestik. Aturan ini juga diskriminatif karena hanya berlaku untuk domestik,” ujarnya.

Jumlah pengunjung Candi Borobudur yang berusia lebih dari seribu tahun memang perlu diperhatikan. Lebaran tahun ini kunjungan wisatawan mencapai 31.089 orang, hampir separuh kapasitas Stadio Utama Gelora Bung Karno (GBK).

Oleh karena itu, Margana menyarankan prinsip yang harus dipegang bagi pengelola dan pengunjung adalah selalu paham bahwa Candi Borobudur merupakan bangunan suci, tempat beribadah umat Buddha. Ini berarti aturan mengunjungi tempat suci harus ditegakkan dan dihormati.

“Ada baiknya pengelola menyediakan disposal shoes yang layak bagi mereka yang akan menaiki area candi selain menjaga kesucian juga untuk melindungi batu candi yang sudah berumur dari korosi akibat sepatu-sepatu pengunjung,” kata dia menyarankan.

Sebelumnya, pemerintah akan menaikkan harga tiket masuk Candi Borobudur. Satu tiket masuk untuk wisatawan lokal dibandrol Rp 750 ribu per orang, sementara turis mancanegara dikenakan 100 dolar AS per orang, dan anak sekolah yang mendapatkan kuota 25 persen setiap hari hanya membayar Rp 5.000.

Kenaikan tarif bertujuan untuk membatasi jumlah pengunjung. Sehingga dalam satu hari nantinya jumlah pengunjung Candi Borobudur hanya 1.200 orang. Pembatasan tersebut disebut sebagai upaya konservasi Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia karena telah terjadi penurunan dan keausan batu candi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement