Kamis 09 Jun 2022 08:50 WIB

Survei: Kepercayaan Publik ke Pemerintah Turun Akibat Kelangkaan Migor

Indikator merilis kasus Bank Century era SBY pengaruhi pemberantasan korupsi Jokowi.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Eksekutif Indikator Poitik Indonesia Burhanuddin Muhtadi.
Foto: Darmawan / Republika
Direktur Eksekutif Indikator Poitik Indonesia Burhanuddin Muhtadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia merilis survei terbaru periode April-Mei 2022 terhadap lembaga penegak hukum dan agenda pemberantasan korupsi. Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi menyampaikan, survei dihelat untuk mengungkap pelaksanaan agenda Reformasi 1998, yang mengamanatkan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Dari banyak agenda reformasi, sambung dia, penegakan hukum dan pemberantasan KKN hingga kini masih menyisakan pekerjaan rumah besar. Pengungkapan kasus besar juga seolah masih terkendala aneka kepentingan. Tak heran jika hingga kini, setelah lebih dari 20 tahun reformasi, Indonesia masih berada di bawah rata-rata global dalam skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK).

Dalam rilis oleh Transparency International Indonesia (TII), IPK Indonesia pada 2021  sebesar 38 dengan ranking 96. Angka itu di bawah rata-rata IPK global 43 dari 180 negara. Menurut Burhanuddin, kondisi itu menunjukkan perlu upaya lebih keras yang diiringi political will dari pemegang kekuasaan.

Dengan begitu, pemerintah mampu untuk menempatkan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi sebagai agenda prioritas. "Saat ini, memang sejumlah kasus tampak masih dalam penanganan aparat penegak hukum dan mendapat perhatian publik. Di antaranya kasus korupsi minyak goreng, kasus Bank Century, dan kasus hukum Djoko Tjandra," kata Burhanuddin di Jakarta, Rabu (8/6/2022).

Di luar kasus hukum tersebut, publik juga memperhatikan bagaimana kasus tersebut memengaruhi kehidupan mereka, di samping isu-isu nasional lain yang juga penting. Di antaranya, mengenai peran Indonesia dalam G20, sikap terhadap perang Rusia-Ukraina, dan wabah Covid-19.

Pandangan dan sikap publik terhadap kasus hukum akan sangat berkaitan dengan kepercayaan mereka terhadap lembaga-lembaga penegak hukum, dan tentu saja terhadap pemerintahan Joko Widodo.

Sebagaimana hasil survei yang didapat, sekitar pekan ke tiga awal April 2022, menurut Burhanuddin, lebih dari 80 persen warga se-Indonesia mengalami kelangkaan minyak goreng (migor). Angka itu kemungkinan besar lebih masif lagi di beberapa waktu sebelumnya karena kelangkaan juga sudah terjadi.

Menurut survei Indikator, sambung dia, isu itu sangat potensial menghambat perbaikan atas kondisi ekonomi nasional pascapandemi Covid-19. Hal itu karena sifatnya yang juga sangat masif terhadap warga nasional. Kemudian ditengarai terjadi tindak pidana korupsi di balik kelangkaan migor yang terjadi.

"Sehingga isu ini memiliki dampak yang meluas kepada dimensi lainnya, terutama penegakan hukum, pemberantasan korupsi dan stabilitas politik," terang Burhanuddin.

Sejak isu kelangkaan dan dugaan adanya mafia migor merebak, kata dia, secara bersamaan persepsi atas penegakan hukum dan tingkat terhadap lembaga penegak hukum juga mengalami penurunan. "Termasuk tingkat kepercayaan terhadap Presiden (Jokowi) sebagai pemimpin tertinggi penegakan hukum. Ini sinyal yang sangat jelas," ujar Burhanuddin.

Sayangnya, lanjut Burhanuddin, itu hanya satu contoh kasus. Sementara masih banyak agenda pemberantasan korupsi yang belum terselesaikan. Contoh kasus terdahulu, yaitu kasus Bank Century, Djoko Tjandra, dan lain-lain. Sehingga lumrah mayoritas warga nasional menilai tingkat korupsi di Indonesia tidak berubah di 31,2 persen.

Bahkan, sebagian besar warga menilai semakin meningkat 42,8 persen dalam dua tahun terakhir. Anehnya, Republika mencatat kasus korupsi Bank Century terjadi pada 2008 pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Adapun survei dilakukan terkait penegakan hukum pada era Presiden Jokowi.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَيْنَمَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا
Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, “Ini dari sisi Allah,” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka mengatakan, “Ini dari engkau (Muham-mad).” Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?”

(QS. An-Nisa' ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement