Sabtu 11 Jun 2022 16:31 WIB

Uji Coba Penerapan Kelas Rawat Inap Standar, Ini Kata KSP

Kelas Rawat Inap Standar beri hak sama dalam pelayanan melalui BPJS Kesehatan.

Red: Ratna Puspita
Ilustrasi. Kantor Staf Presiden mendukung penuh uji coba penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juli 2022, yang akan memberikan hak yang sama dalam pelayanan melalui BPJS Kesehatan.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Ilustrasi. Kantor Staf Presiden mendukung penuh uji coba penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juli 2022, yang akan memberikan hak yang sama dalam pelayanan melalui BPJS Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden mendukung penuh uji coba penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juli 2022. Penerapan itu akan memberikan hak yang sama dalam pelayanan melalui BPJS Kesehatan.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Noch Tiranduk Mallisa mengatakan bahwa pelaksanaan KRIS merupakan amanah Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Tujuannya, memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang sama bagi peserta BPJS kesehatan. 

Baca Juga

Dengan demikian, kelas 1, 2 dan 3 yang ada dalam program JKN-KIS akan dihapuskan. "KRIS ini memanusiakan manusia. Ini sejalan dengan amanah UU, bahwa semua masyarakat memiliki hak yang sama dalam mendapat fasilitas dan pelayanan kesehatan," kata Mallisa dalam keterangan resmi diterima di Jakarta, Sabtu (11/6/2022).

Purnawirawan TNI ini mengungkapkan bahwa pada tahap awal, program KRIS akan diuji coba di rumah sakit khusus vertikal milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hak itu karena dari sisi sumber daya, rumah sakit vertikal mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat, baik dari sisi pemenuhan infrastruktur dan anggarannya.

Ia menyebutkan bahwa dari hasil monitoring dan verifikasi lapangan tim Kantor Staf Presiden, rumah sakit vertikal Kemenkes di beberapa daerah sudah siap untuk uji coba KRIS. Mallisa merinci sejumlah rumah sakit yang sudah dikunjungi di antaranya adalah RS dr. Sardjito di Yogyakarta, RS Pongtiku Toraja Utara dan RS TNI AD Reksodiwiryo di Padang Sumbar.

Namun di sisi lain, dari hasil verifikasi lapangan, terdapat sejumlah kendala yang dihadapi rumah sakit vertikal Kemenkes dan TNI dalam menerapkan KRIS, seperti ketersediaan lahan dan infrastruktur lainnya. "Tapi intinya mereka siap untuk uji coba. Ini yang terus kita dorong," tuturnya.

Mallisa mengakui, penerapan KRIS tidak mudah dan butuh masa transisi yang panjang. Menurut dia, banyak hal yang harus dipersiapkan, mulai dari standar fasilitas ruangan hingga besaran iuran dan tarif rumah sakit yang harus diformulasikan kembali.

Masyarakat juga tidak perlu khawatir, mengingat pelayanan BPJS Kesehatan dan rumah sakit masih berjalan seperti sedia kala. Mallisa berharap penerapan KRIS di rumah sakit vertikal Kemenkes berjalan baik, sehingga bisa dilanjutkan ke rumah sakit TNI-Polri, rumah sakit pemerintah daerah, hingga ke rumah sakit swasta.

Sebagai informasi, pada tahap awal KRIS akan diimplementasikan pada 50 persen rumah sakit vertikal dengan menetapkan sembilan kriteria wajib dari 12 kriteria yang disepakati. Empat kriteria wajib pertama mensyaratkan bahan bangunan RS tidak memiliki porositas yang tinggi, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur dengan minimal 2 setop kontak, serta nurse call yang terhubung dengan ruang jaga perawat.

Lima kriteria sisanya mewajibkan tersedia meja nakes, stabilnya suhu ruangan 20-26 derajat celcius, ruangan terbagi jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi, noninfeksi, dan bersalin), pengaturan kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, serta tirai atau partisi rel dibenamkan atau menempel plafon dan bahan tidak berpori.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement